BAB 1. PENDAHULUAN
Ikan patin dikenal sebagai komoditi
yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang
menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha
untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan
tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai
panjang 35‐40 cm.
Sebagai keluarga Pangasidae,
ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir. Pada perairan yang tidak
mengalir dengan kandungan oksigen rendah pun sudah memenuhi
syarat untuk membesarkan ikan ini.
Ikan patin berbadan panjang untuk
ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti perak, punggung berwarna kebiru‐biruan. Kepala ikan patin relatif
kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri
khas golongan catfish). Pada sudut
mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.
Penangkaran ikan patin banyak terdapat di Lampung, Sumatera Selatan, Jawa
Barat, Kalimantan.
BAB 2. TAKSONOMI
Klasifikasi ikan patin adalah sebagai
berikut:
Ordo : Ostarioplaysi.
Subordo : Siluriodea.
FamilI : Pangasidae.
Genus : Pangasius.
Spesies :
Pangasius pangasius Ham. Buch.
Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup
banyak, diantaranya:
a. Pangasius
polyuranodo (ikan juaro)
b.
Pangasius
macronema
c.
Pangasius
micronemus
d.
Pangasius
nasutus
e.
Pangasius
nieuwenhuisii
BAB 3
TEKNOLOGI BUDIDAYA
1. Persyaratan Lokasi
Untuk
persyaratan lokasi pembudidayaan ikan patin tidaklah sulit, berikut
syarat‐syaratnya :
a. Tanah
yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos.
Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga
dapat dibuat pematang/dinding kolam.
b. Kemiringan
tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3‐5%
untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
c. Apabila
pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang di sungai maka lokasi yang
tepat yaitu sungai yang berarus lambat.
d. Kualitas
air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar
bahan‐bahan kimia
beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk
menghindari timbulnya jamur, maka perlu ditambahkan larutan penghambat
pertumbuhan jamur (Emolin atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).
e. Suhu
air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium adalah antara
26‐28°C. Pada daerah‐daerah yang suhu airnya relatif rendah
diperlukan heater (pemanas) untuk
mencapai suhu optimal yang relatif stabil.
f. Keasaman
air berkisar antara: 6,5‐7
2. Teknis Budidaya
Budidaya
ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi menjadi 2 kegiatan
yaitu pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan ini umumnya belum populer
dilakukan oleh masyarakat, karena umumnya masih mengandalkan kegiatan
penangkapan di alam (sungai, situ, waduk, dan lain‐
lain) untuk memenuhi kebutuhan akan ikan patin.
Kegiatan
pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu.
Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang umumnya adalah benih
selepas masa pendederan. Benih ikan patin dapat diperoleh dari hasil tangkapan
di perairan umum. Biasanya menjelang musim kemarau pada pagi hari dengan
menggunakan alat tangkap jala atau jaring. Benih dapat juga dibeli dari Balai
Pemeliharaan Air Tawar di Jawa Barat. Benih dikumpulkan dalam suatu wadah, dan
dirawat dengan hati‐hati selama
2 minggu. Jika air dalam penampungan sudah kotor, harus segera diganti dengan air bersih,
dan usahakan terhindar dari sengatan matahari. Sebelum benih ditebar,
dipelihara dulu dalam jaring selama 1 bulan, selanjutnya dipindahkan ke dalam
hapa yang sudah disiapkan.
Secara
garis besar usaha pembenihan ikan patin meliputi kegiatan‐kegiatan sebagai berikut pemilihan
calon induk siap pijah, persiapan
hormon perangsang/ kelenjar
hipofise
dari ikan donor yaitu ikan mas, kawin suntik (induce breeding), pengurutan (striping), penetasan telur, perawatan larva, pendederan dan pemanenan.
Pada
usaha budidaya yang semakin berkembang, tempat pembenihan dan pembesaran sering
kali dipisahkan dengan jarak yang agak jauh. Pemindahan benih dari tempat
pembenihan ke tempat pembesaran memerlukan penanganan khusus agar benih
selamat. Keberhasilan transportasi benih ikan biasanya sangat erat kaitannya
dengan kondisi fisik maupun kimia air, terutama menyangkut oksigen terlarut, NH3,
CO2 , pH dan
suhu air.
3. Persiapan Sarana
Lokasi
kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di
lahan yang landai dengan kemiringan 2‐5%
sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
a. Kolam
pemeliharaan induk
Luas
kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai contoh
untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 m2 bila hanya mengandalkan pakan alami
dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan pellet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas
150‐200 m2 saja.
Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau kolam
tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa
dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya
berbentuk monik.
b. Kolam
pemijahan
Tempat
pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan
tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi
panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan
luas kolam sekitar 18 m2
dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk
menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan paralon dan
pengeluarannya bisa juga memakai paralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada
dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan
menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang
masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.
c. Kolam
pendederan
Bentuk
kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan pendederan ini
biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas 25‐500 m2 dan pendederan lanjutan 500‐1000 m2 per petak. Pemasukan air bisa dengan
paralon
dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan
kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi
kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk
memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan.
Petak tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu
dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.
4. Pembenihan
Supaya
mendapatkan hasil yang diharapkan maka pembibitan harus perlu di perhatikan hal‐hal sebagai berikut :
a. Menyiapkan
induk
Bibit
yang hendak dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan di kolam sejak kecil
atau hasil tangkapan di alam ketika musim pemijahan tiba. Induk yang
ideal adalah dari kawanan patin dewasa hasil pembesaran di kolam sehingga
dapat dipilihkan induk yang benar‐benar
berkualitas baik.
b. Perlakuan
dan Perawatan Bibit
Induk
patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus di dalam
sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi makanan khusus yang
banyak mengandung protein. Upaya untuk memperoleh induk matang telur yang
pernah dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang adalah
dengan memberikan makanan berbentuk gumpalan (pasta) dari bahan‐bahan pembuat makanan ayam dengan
komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras 25%, tepung kedelai
10%, serta vitamin dan mineral 0,5%. Makanan diberikan lima hari dalam seminggu
sebanyak 5% setiap hari dengan pembagian pagi hari 2,5% dan sore hari 2,5%.
Selain itu, diberikan juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan
induk. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.
Ciri‐ciri induk patin yang sudah matang
gonad dan siap dipijahkan adalah sebagai berikut :
Induk
betina
1) Umur
tiga tahun.
2) Ukuran
1,5‐2 kg.
3) Perut
membesar ke arah anus.
4) Perut
terasa empuk dan halus bila di raba. Kloaka membengkak dan berwarna merah tua. Kulit pada bagian
perut lembek dan tipis.
5) Jika disekitar kloaka
ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya
seragam.
Induk
jantan
1) Umur
dua tahun.
2) Ukuran
1,5‐2 kg.
3) Kulit
perut lembek dan tipis.
4) Bila
diurut akan keluar
cairan sperma berwarna putih.
5) Kelamin
membengkak dan berwarna merah tua
Setelah
pemijahan,
telur
akan menetas paling cepat dalam 36 jam dan benih ikan patin yang berumur 1 hari
dipindahkan ke dalam akuarium berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm. Setiap akuarium
diisi dengan air sumur bor yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah
500 ekor per akuarium. Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan
oksigen untuk benih dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan
suhu air digunakan heater atau dapat
menggunakan kompor untuk menghemat dana.
Benih
umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena masih mempunyai
cadangan makanan berupa yolk sac atau
kuning telur. Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa
emulsi kuning telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur‐angsur diganti dengan makanan hidup
berupa Moina dan cyprinacea
atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik nyamuk.
5. Pembesaran
Pembesaran
ikan patin dapat dilakukan di kolam, di jala apung, melalui sistem pen dan
dalam karamba.
a. Pembesaran
ikan patin di kolam dapat dilakukan melalui sistem monokultur maupun polikultur.
b. Pada
pembesaran ikan patin di jala apung, hal‐hal
yang perlu diperhatikan adalah: lokasi pemeliharaan, bagaimana cara menggunakan
jala apung, bagaimana kondisi perairan dan kualitas airnya serta proses
pembesarannya.
c. Pada
pembesaran ikan patin sistem pen, perlu diperhatikan: pemilihan lokasi,
kualitas air, bagaimana penerapan sistem tersebut, penebaran benih, dan
pemberian pakan serta pengontrolan dan pemanenannya.
d. Pada
pembesaran ikan patin di karamba, perlu diperhatikan masalah: pemilihan lokasi,
penebaran benih, pemberian pakan tambahan, pengontrolan dan pemanenan.
Hal‐hal yang perlu diperhatikan dalam
pemeliharaan pembesaran
a. Pemupukan
Pemupukan
kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam, yaitu dengan cara
merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyak-banyaknya. Pupuk yang biasa digunakan adalah
pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 50‐700
gram/m2
b. Pemberian
Pakan
Pemberian
makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan yang diberikan
per hari sebanyak 3‐5% dari
jumlah berat badan ikan peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan,
sesuai dengan kenaikan berat badan ikan dalam hampang. Hal ini dapat diketahui
dengan cara menimbangnya 5‐10
ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang dipelihara (sampel).
c. Pemeliharaan
Kolam dan Tambak
Selama
pemeliharaan, ikan dapat diberi makanan tambahan berupa pellet setiap hari dan
dapat pula diberikan ikan‐ikan
kecil/sisa (ikan rucah) ataupun sisa dapur yang diberikan 3‐4 hari sekali untuk perangsang nafsu
makannya
BAB 4
HAMA DAN
PENYAKIT
1. Hama
Pada
pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang antara
lain lingsang, kura‐kura,
biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga terdapat pada usaha pembesaran
patin sistem hampang (pen) dan karamba. Karamba yang ditanam di dasar perairan
relatif aman dari serangan hama. Ikan‐ikan kecil yang masuk ke dalam
wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin dalam hal mencari makan dan
memperoleh oksigen.
Untuk
menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit) sebaiknya
ditempatkan jauh dari waduk atau danau. Pinggiran
waduk atau danau merupakan tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak
belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin.
Cara untuk
menghindari dari serangan burung bangau (Leptotilus
javanicus), pecuk (Phalacrocorax
carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon
capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budidaya dengan lembaran
jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong jaring budidaya.
Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih besar. Cara ini
berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin juga tidak akan
berlompatan keluar.
2. Penyakit
Penyakit
ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non‐infeksi. Penyakit non-infeksi
adalah penyakit yang timbul akibat adanya
gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non‐infeksi ini tidak
menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan
organisme patogen.
a.
Penyakit akibat infeksi
Organisme patogen
yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus.
Produksi benih ikan patin secara massal masih
menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan parasit
Ichthyoptirus multifilis (white spot)
sehingga banyak benih patin yang mati, terutama benih yang berumur 1‐2 bulan.
Beberapa
penyakit akibat infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.
1)
Penyakit parasit
Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan
oleh parasit dari bangsa protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis
Foquet.
Pengendalian:
menggunakan methilene blue (MB) konsentrasi
1% (satu gram MB dalam 100 cc air). Ikan yang sakit
dimasukkan ke dalam bak air yang bersih, kemudian ke dalamnya
masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan dalam larutan selama 24 jam. Lakukan
pengobatan berulang‐ulang
selama tiga kali dengan selang waktu sehari.
2)
Penyakit jamur
Penyakit ini biasanya
terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang
jamur lebih besar.
Pencegahan penyakit
jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar kondisinya selalu
ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan yang terlanjur sakit harus segera
diobati. Obat yang biasanya dipakai adalah malachyt
green oxalate sejumlah 2‐3 g/m air (1 liter) selama 30 menit. Caranya
rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi dan diulang sampai tiga hari
berturut‐
turut.
3)
Penyakit bakteri
Bakteri yang sering
menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan yang terserang akan
mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan
pangkal sirip. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah
menular, sehingga ikan yang terserang harus diisolir dan
diobati secara terpisah.
b.
Penyakit non‐infeksi
Penyakit non‐infeksi yang banyak
ditemukan adalah keracunan dan kurang gizi. Keracunan disebabkan oleh banyak
faktor seperti pada pemberian pakan yang berjamur dan berkuman atau karena
pencemaran lingkungan perairan. Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari
tingkah laku ikan.
BAB 5
PANEN DAN
PASCA PANEN
1. Penangkapan
Penangkapan ikan
dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan mengalami luka‐luka.
Sebaiknya penangkapan ikan dimulai di bagian
hilir kemudian bergerak ke bagian
hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka ikan patin akan terpojok pada
bagian hulu. Pemanenan seperti ini menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan
air yang segar sehingga kematian ikan dapat dihindari.
2. Pemanenan
Ikan patin yang
dipelihara dalam hampang dapat dipanen setelah 6 bulan. Untuk melihat hasil
yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu awal dengan berat 8‐12 gram/ekor,
setelah 6 bulan dapat mencapai 600‐700 gram/ekor. Pemungutan hasil dapat
dilakukan dengan menggunakan jala sebanyak 2‐3 buah dan tenaga
kerja yang diperlukan sebanyak 2‐3 orang. Ikan yang ditangkap dimasukkan ke dalam
wadah yang telah disiapkan.
3. Pasca panen
Penanganan pascapanen
ikan patin dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.
a.
Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan
konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal
yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan
hidup, segar dan sehat antara lain:
1)
Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu
rendah sekitar 20oC.
2)
Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari
atau sore hari.
3)
Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan
tidak terlalu padat.
b.
Penanganan ikan segar
Hal yang perlu
diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
1)
Penangkapan harus dilakukan hati‐hati agar
ikan‐ikan tidak
luka.
2)
Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar
bersih dan lendir.
3)
Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup.
Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang
yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh
digunakan kotak dan seng atau fiberglass.
Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.
4)
Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es
dengan suhu 6‐7°C.
Gunakan es berupa potongan kecil‐kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah
es dan ikan = 1:1. Dasar
kotak dilapisi es setebal 4‐5 cm.
5)
Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini
setebal 5‐10
cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding
kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.
Sedangkan
hal‐hal yang
perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah sebagai
berikut:
1)
Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu
bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru
dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem
terbuka).
2)
Air yang dipakai media pengangkutan harus
bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainnya.
Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalaman.
3)
Sebelum diangkut benih ikan harus diberok
dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi
air bersih dan dengan aerasi
yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5
m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas
sejumlah 5000‐6000
ekor dengan ukuran 3‐5
cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
Berdasarkan
lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian,
yaitu:
a.
Sistem terbuka
Dilakukan untuk
mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat
pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan
dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3‐5 cm.
b.
Sistem tertutup
Dilakukan untuk
pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4‐5 jam,
menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih
5 liter yang diberi buffer Na2(HPO)4.1H2O
sebanyak 9 gram.
Cara pengemasan benih
ikan yang diangkut dengan kantong plastik:
1)
Masukkan air bersih ke dalam kantong plastik
kemudian benih;
2)
Hilangkan udara dengan menekan kantong plastik
ke permukaan air;
3)
Alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke
kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:1);
4)
Kantong plastik lalu diikat.
5)
Kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan
posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35
m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Pengemasan benih
harus dapat menjamin keselamatan benih selama pengangkutan. Hal‐hal yang
perlu diperhatikan dalam pengemasan benih ikan patin yaitu:
1)
Sediakan kantong plastik sesuai kebutuhan.
Setiap kantong dibuat rangkap untuk menghindari kebocoran. Sediakan karet
gelang untuk simpul sederhana. Masing‐masing kantong diisi air sumur yang telah
diaerasi selama 24 jam.
2)
Benih ikan yang telah dipuasakan selama 18
jam ditangkap dengan serokan halus kemudian dimasukan ke dalam
kantong plastik.
3)
Satu persatu kantong diisi dengan oksigen
murni (perbandingan air:oksigen = 1:2). Setelah itu segera diikat dengan karet
gelang rangkap.
4)
Kantong‐kantong plastik
berisi benih dimasukkan ke dalam
kardus. Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat
diangkut selama 10 jam dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika
jarak yang hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu‐ satunya
cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan mengurangi jumlah
benih ikan di dalam setiap kantong plastik.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim
(1995). Pembesaran Ikan Patin Dalam Hampang (Banjarbaru: Lembar Informasi
Pertanian.
Aida,
Siti Nurul, dkk. (1992/1993). Pengaruh Pemberian Kapur Pada Mutu Air dan Pertumbuhan
Ikan Patin di Kolam Rawa Non Pasang Surut dalam Prosiding Seminar
Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar.
Arifin,
Zainal. (1987). “Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius) Dengan Rangsangan
Hormon” , Buletin Penelitian Perikanan Darat. 6 (1),1987: 42‐ 47.
Arifin,
Zainal, Pengaruh Pakan Terhadap Pematangan Calon Induk Ikan Patin
(Pangasius pangasius) dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air
Tawar 1992/1993.
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐, dkk. Perawatan
Larva Ikan Patin (Pangasius pangasius) dengan Lingkungan Air Yang Berbeda dalam
Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.
Susanto,
Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya, 1999 ).
No comments:
Post a Comment