Wednesday, September 21, 2016

Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung (KJA)



BAB 1. PENDAHULUAN
Budidaya ikan laut pada keramba jaring apung (floating cages) di Indonesia tergolong masih baru. Perkembangan budidaya secara nyata baru terlihat pada sekitar tahun 1989 yang ditandai dengan keberhasilan UPT Perikanan melaksanakan pemijahan / pembenihan sekaligus pembesaran ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di daerah Lampung untuk tujuan komersial. Upaya pengembangan budidaya ikan laut, terutama dalam rangka menunjang pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan perikanan Pelita VI tampak cukup cerah karena disamping didukung oleh potensi sumberdaya yang cukup besar tersebar di beberapa Propinsi seperti Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Maluku, juga didukung oleh semakin berkembangnya pemasaran ikan laut ke luar negeri (ekspor) maupun lokal. Berkaitan dengan upaya pengembangan budidaya laut melalui pembuatan buku Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Laut merupakan sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani nelayan.


BAB 2
TEKNIS BUDIDAYA
1.  Persyaratan Lokasi
Ketepatan pemilihan lokasi adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan laut. Karena laut yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya merupakan wilayah yang penggunaannya melibatkan sektor lain (Common property) seperti perhubungan, pariwisata, dan lain-lain, maka perhatian terhadap persyaratan lokasi tidak hanya terbatas pada faktor-faktor yang berkaitan dengan kelayakan teknis budidaya melainkan juga faktor kebijaksanaan pemanfaatannya dalam kaitan dengan kepentingan lintas sektor. Agar pemilihan lokasi dapat memenuhi persyaratan teknis sekaligus terhindar dari kemungkinan pengaruh penurunan daya dukung lingkungan akibat pemanfaatan perairan di sekitarnya oleh kegiatan lain, maka lokasi yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria, sebagai berikut:
NO
FAKTOR
PERSYARATAN MENURUT KOMODITAS
KERAPU
KAKAP PUTIH
KAKAP MERAH
1
Pengaruh angin dan gelombang yang kuat
Kecil
Kecil
Kecil
2
Kedalaman air dari dasar kurung
5-7 m pada surut terendah
5-7 m pada surut terendah
7-10 m pada surut terendah
3
Pergerakan air/arus
20-40 cm/detik
±20-40 cm/det
±20-40 cm/det
4
Kadar garam
27-32 ‰
27-32 ‰
32-33 ‰
5
Suhu Air Pengaruh
28-30°C
28-30°C
28-30°C
6
Polusi
Bebas
Bebas
Bebas
7
Pelayaran
Tidak menghambat
Tidak menghambat
Tidak menghambat

2.  Persiapan Sarana
Adapun sarana yang harus dipersiapkan adalah sebagai berikut:
a.  Kerangka/Rakit
Kerangka berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan, dapat terbuat dari bahan bambu, kayu, besi bercat anti karat atau paralon. Bahan yang dianjurkan adalah bahan yang relatif murah dan mudah didapat di lokasi budidaya. Bentuk dan ukuran rakit bervariasi tergantung dari ukuran yang digunakan. Setiap unit kerangka biasanya terdiri atas 4 (empat) buah kurungan.
b.  Pelampung
Pelampung berfungsi untuk melampungkan seluruh sarana budidaya termasuk rumah jaga dan benda atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan. Bahan pelampung dapat berupa drum plastik/besi atau Styrofoam (pelampung strofoam). Ukuran dan jumlah pelampung yang digunakan disesuaikan dengan besarnya beban. Sebagai contoh untuk menahan satu unit kerangka yang terdiri dari empat buah kurungan yang masing-masing berukuran (3x3x3) m3 diperlukan pelampung drum plastik/drum besi volume 200 liter sebanyak 9 buah, atau 11 buah dengan perhitungan 2 buah, untuk menahan beban lain (10/4x9) buah ditambah 2 buah untuk menahan beban tambahan. Pelampung diikat dengan tali polyethyline (PE) yang bergaris tengah 0,8-1,0 cm.

c.   Kurungan
Kurungan atau wadah untuk memelihara ikan, disarankan terbuat dari bahan polyethline (PE) karena bahan ini disamping tahan terhadap pengaruh lingkungan juga harganya relatif murah jika dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Bentuk kurungan bujur sangkar dengan ukuran (3x3x3) m3. Untuk ukuran ikan dengan panjang kurang dari 10 cm lebar mata yang digunakan adalah 8 mm (5/16 inchi). Jika panjang ikan berkisar antara 10-15 cm lebar mata jaring digunakan adalah 25 mm (1 inchi), sedangkan untuk ikan dengan ukuran panjang 15-40 cm atau lebih digunakan lebar mata jaring ukuran 25-50 mm (1-2 inchi).
Pemasangan kurungan pada kerangka dilakukan dengan cara mengikat ujung tali ris atas pada sudut rakit. Agar kurungan membentuk kubus/kotak digunakan pemberat yang diikatkan pada keempat sudut tali ris bawah. Selanjutnya pemberat diikatkan ke kerangka untuk mempermudah pekerjaan pengangkatan /penggantian kurungan untuk mencegah kemungkinan lolosnya ikan atau mencegah serangan hewan pemangsa, pada bagian atas kurungan sebaiknya diberi tutup dari bahan jaring.
d.  Jangkar
Agar seluruh kerangka budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh arus angin maupun gelombang, digunakan jangkar. Jangkar dapat terbuat dari beton atau besi. Setiap unit kurungan jaring apung menggunakan 4 buah jangkar dengan berat antara 25-50 kg. Panjang tali jangkar biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi.

3.  Rancangan Tata Letak KJA
Pengaturan penempatan kerangka jaring apung harus mengacu kepada peraturan yang telah dikeluarkan, dalam hal ini Kepres No. 23 Tahun 1982 tentang Pengembangan Budidaya laut di Perairan Indonesia serta Petunjuk Pelaksanaannya yang telah dikeluarkan Departemen Pertanian melalui SK. Mentan No. 473/Kpts/7/UM/7/1982. Berdasarkan petunjuk tersebut, pihak yang berwenang mengaturan penempatan kurungan jaring apung adalah Pemerintah Daerah setempat, dalam hal ini yang bertindak sebagai instansi teknis adalah Dinas Perikanan setempat. Penempatan kerangka jaring apung di perairan disarankan tidak lebih dari 10 (sepuluh) buah dalam satu rangkaian. Hal ini untuk mencegah terjadinya penumpukan /pengendapan sisa makanan atau kotoran ikan serta limbah lainnya akibat terhambatnya arus, juga untuk memudahkan pengelolaan sarana dan ikan budidaya. Disamping itu, sedapat mungkin penempatan kerangka mengacu kepada Rancangan Tata Ruang Satuan Pemukiman (RTSP) untuk memperoleh rancangan menyeluruh yang efisien, memiliki aksessibilitas yang tinggi serta aman bagi pelaksanaan kegiatan budidaya.
 
4.  Jenis Ikan
Jenis-jenis ikan laut yang dapat dibudidayakan dipilih berdasarkan potensi sumberdaya yang ada jenis ikan yang sudah umum dibudidayakan serta teknologinya yang sudah dikuasai/dihasilkan sendiri di Indonesia yaitu Kerapu Lumpur (Epinephalus tauvina), Kakap Putih (Lates calcalifer, Bloch), Kakap Merah (Lutjanus malabaricus, Bloch dan Schaider).


 
BAB 3
PENGELOLAAN BUDIDAYA

1.  Pengelolaan KUB
a.  Pengaturan Pola Tanam
Budidaya laut dengan skala besar selalu dihadapkan dengan kendala baik pada saat memulai kegiatan dan pengelolaan maupun pemanenan dan pemasaran hasil. Bentuk kendala dan permasalahan yang ditemui antara lain berupa sulitnya memenuhi kebutuhan dan penampungan benih, saprodi dan tenaga kerja serta pelemparan hasil ke pasar. Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatan budidaya skala besar perlu diterapkan pola tanam tertentu. Alternatif pola tanam yang akan diterapkan oleh setiap kepala keluarga (KK) adalah melakukan  penanaman pada 1 unit kurungan jaring apung yang terdiri dari 4 buah kurungan pada setiap minggu.
b.  Pemasaran Hasil
Pemasaran hasil dari usaha budidaya yang dilakukan petani/nelayan merupakan tanggung jawab Perusahaan Inti. Pelaksanaan budidaya (petani/nelayan) bersama Perusahaan Inti menentukan kesepakatan harga jual hasil panen baik untuk lokal maupun untuk ekspor.

2.  Pengelolaan Sarana
Sarana budidaya berupa kerangka/rakit, kurungan apung, pelampung dan lain-lain harus mendapat perawatan secara berkala. Kendala yang biasa terjadi pada budidaya jaring apung ini adalah pengotoran/ penempelan oleh organisme penempel ini seperti tritip, algae, kerang-kerangan dan lain-lain dapat terjadi pada semua sarana budidaya yang terendam dalam air. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Untuk menanggulangi organis penempel ini, dilakukan pembersihan jaring secara periodik paling sedikit 1 bulan sekali atau tergantung pada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.

3.  Pengelolaan Ikan
Kegiatan pengelolaan ikan yang dipelihara dikurungan adalah mengontrol dan mengawasi ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan. Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan itu terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu diperhatikan dan diusahakan jangan sampai terjadi stress (ketegangan) dan kerusakan fisik pada ikan.

a.  Benih
Pemenuhan kebutuhan benih apabila belum dapat dipenuhi dari hasil pembenihan yang ada, bisa dilakukan dengan cara menangkap dari perairan di sekitar lokasi budidaya dan untuk itu dapat digunakan alat tangkap seperti bubu, pukat pantai, sudu atau jala. Benih alam umumnya memiliki ukuran yang tidak seragam oleh karena itu kegiatan penggolongan ukuran (grading) perlu dilakukan. Selain itu proses aklimatisasi /penyesuaian iklim sebelum ikan dibudidayakan perlu dilakukan untuk menghindarkan kematian akibat pengaruh lingkungan/habitat yang baru.
b.  Pendederan
Yang dimaksud dengan pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih sampai ukuran tertentu hingga siap untuk dipelihara di kurungan pembesaran. Lamanya pendederan tergantung dari ukuran awal, tingkat kepadatan dari benih yang dipelihara. Sebagai contoh, untuk benih ikan kakap putih yang berukuran kurang dari 10 cm dengan padat penebaran 100-150 cm diperlukan waktu satu bulan pada kurungan pendederan yang memiliki lebar mata 8 mm (5/16 inchi). Selanjutnya dipindahkan ke kurungan pendederan yang memiliki lebar mata 25 mm (1 inchi) dengan kepadatan 40-60 ekor/m2 selama 2-3 bulan.
c.   Pembesaran
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-75 gram/ekor dengan panjang 15 cm atau lebih dari hasil pendederan, selanjutnya dipelihara dalam kurungan pembesaran yang memiliki lebar mata jaring 25-50 mm (1-2 inchi) dengan kepadatan 15-25 ekor/m3 dan waktu pemeliharaan dikurungan pembesaran berkisar antara 6-8 bulan.
d.  Pakan
Pakan adalah salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan mortalitas ikan yang dipelihara. Oleh karena itu masalah kuantitas dan kualitas dari pakan yang diberikan layak dipenuhi. Ikan rucah (Trash fish) adalah jenis pakan yang biasa diberikan untuk jenis-jenis ikan laut buas (karnivora). Dalam hal ini ikan kerapu dan ikan kakap. Jumlah pakan yang diberikan tergantung dari ukuran ikan yang dibudidayakan. Pada tahap pendederan diberikan pakan sebanyak 8-10% dari total berat badan/hari, sedangkan pada saat pembesaran diberikan pakan sebanyak 3-5% dari total berat badan/hari. Rasio konversi pakan (Food Convertion Ratio) yang akan diperoleh adalah 5:1 yang berarti untuk mendapatkan penambahan berat 1 kg daging ikan diperlukan pakan sebanyak 5 kg. Frekuensi pemberian pakan tergantung pada ukuran ikan. Untuk larva dan glondongan (juvenil), frekuensi pakan yang diberikan adalah 3-4 kali/hari. Waktu pemberian pakan adalah pada siang hari.
e.  Panen
Panen dilakukan dan disesuaikan dengan ukuran ikan yang dikehendaki atau permintaan pasar.. Panen dilakukan secara total di dalam satu kurungan, bisa juga dilakukan secara parsial tergantung dari ukuran panen yang dikehendaki.



BAB 4
HAMA DAN PENYAKIT

Sejalan dengan perkembangan usaha budidaya ikan di laut, muncul pula beberapa masalah yang dapat mengganggu bahkan menghambat perkembangan usaha tersebut misalnya hama dan penyakit ikan.
1.  Hama
Hama yang menyerang pada usaha budidaya ikan laut lebih banyak disebabkan oleh hewan pemangsa atau pengganggu lainnya. Hama dapat menyerang apabila kerusakan pada jaring-jaring yang dipergunakan sebagai kurungan pemeliharaan ikan. Kerusakan tersebut mengakibatkan  masuknya hewan penggangu atau pemangsa lainnya seperi burung dan lingsang. Walaupun akibat yang ditimbulkan sangat terbatas atau relatif kecil, namun hal tersebut tidak boleh diabaikan begitu saja. Termasuk kerugian akibat adanya pencurian yang dilakukan oleh manusia.

2.  Penyakit
Secara umum penyakit dapat diartikan sebagai gangguan dalam fungsi atau struktur suatu organ atau bagian tubuh. Penyakit timbul dikarenakan satu atau berbagai sebab baik berasal dari lingkungan maupun dari tubuh ikan itu sendiri.
Hal-hal yang menyebabkan ikan terserang penyakit adalah cara perawatan yang kurang baik, makanan tidak cukup (giji dan jumlah), kekurangan zat asam, perubahan suhu dan sifat-sifat air yang mendadak.
Gejala ikan yang terserang penyakit antara lain kelainan tingkah laku, kurang nafsu makan, kelainan bentuk ikan, kelainan pada permukaan tubuh ikan, penyakit insang, anus tidak normal, mata tidak normal dan lain-lain.
Penyakit dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan bila dilihat dari penyebabnya.
a.  Penyakit non Parasiter
Penyakit yang disebabkan oleh faktor-faktor kimia dan fisika air yang tidak cocok bagi ikan seperti perubahan salinitas air secara mendadak, polusi dan lain sebagainya. Selain dari itu bisa juga disebabkan oleh kekurangan makanan dan gizi yang buruk, serta stress akibat penanganan yang kurang baik.
b.  Penyakit Parasiter
Penyakit yang biasa menyerang ikan budidaya laut adalah golongan virus, bakteri, crustacean, cacing, protozoa dan jamur.
Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas 2 (dua) langkah yaitu:
a.  Berdasarkan teknis budidaya, tindakan-tindakan yang dilakukan antara lain:
1)  Menghentikan pemberian pakan terhadap ikan
2)  Mengganti pakan dengan jenis yang lain
3)  Memisahkan ikan tersebut dalam beberapa komponen, sehingga densitasnya menjadi rendah.
b.  Berdasarkan terapi kimia, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah:
1)  Memeriksa sensifitas dari masing-masing obat yang diberikan pada ikan.
2)  Memperhatikan batas dari dosis masing-masing obat.
3)  Tidak memberikan obat sembarangan kepada ikan yang sakit.

Cara pemberian obat:
a.   Ditenggelamkan dalam tempat budidaya.
b.   Disebarkan pada permukaan air
c.   Dicampurkan dalam pakan
d.   Dengan cara disuntikan..



DAFTAR PUSTAKA

Aji Nugroho. Murdjani M, dan Notowinarto, 1989 Budidaya Ikan Kerapu di Kurungan Apung, INFIS manual seri 104. Ditjen Perikanan dan IDRC, Jakarta.
Anonim, 1989. Paket Teknologi Budidaya Laut, Seri Budidaya Kakap Putih, Ditjen Perikanan, Dit Bina Produksi, Jakarta.
Anonim, 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Dalam Jaring Terapung, Ditjen Perikanan, Jakarta.
Anonim, 1990/1991, Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit Pada Usaha Budidaya Laut no. 5, BBL Lampung, Ditjen Perikanan.

No comments:

Post a Comment