BAB 1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang
perairan mempunyai berbagai macam jenis ikan yang beranekaragam, beberapa
diantaranya mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Salah satunya adalah ikan
koi (Cyprinus carpio) merupakan salah
satu ikan hias potensial yang dibudidayakan di Indonesia. Ikan koi memiliki
ciri khas warna yang menarik serta variasi jenis yang beranekaragam. Secara
garis besar ikan koi diklasifikasikan dalam 13 kategori yaitu Kohaku, Sanke, Showa, Bekko, Utsurimono,
Asagi, Shusui, Tancho, Hikari, Koromo, Ogon, Kinginrin, dan Kawarimono. Ikan koi termasuk jenis ikan
hias air tawar bernilai ekonomis tinggi, baik di pasaran nasional maupun
internasional, sehingga banyak para penggemar ikan di Indonesia yang tertarik
untuk memelihara ikan ini.
Melihat prospek pasar yang cukup
tinggi dan menjanjikan,
maka usaha ikan koi tampaknya akan mendapatkan keuntungan yang cukup tinggi.
Namun untuk menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi ini dibutuhkan bibit ikan
yang unggul. Oleh karena itu diperlukan adanya pengetahuan, keterampilan (softskill)
dan wawasan yang tinggi tentang pemeliharaan dan pembiakan ikan koi.
Ikan koi berasal dari Jepang. Di negara Jepang, koi dianggap sebagai ikan
dewa. Di negara
tersebut koi disebut kai yang artinya ikan berwarna. Banyak versi yang
berkembang mengenai asal usul koi. Salah satunya berasal dari Persia, lalu
dibawa ke Jepang oleh orang Cina melalui daratan Cina dan Korea. Koi dari Jepang
pertama kali di ekspor ke San Fransisco, Amerika Serikat (1938). Setelah itu
berturut-turut dikirim ke Hawaii (1947), Canada (1949), dan Brazil (1953).
Sedangkan masuk ke Indonesia diperkirakan
tahun 1981-1982 dibawa oleh Hany Moniaga, hobiis yang tinggal di Cipanas,
Cianjur, Jawa Barat. Ia kemudian mengembangkan peternakan koi yang diberi nama
Leon dan Leonny. Koi pertama itu panjangnya 90-100 cm, berumur 50-75 tahun.
Sejak itulah koi populer di Indonesia dan belakangan menjadi buruan hobiis
hingga saat ini.
Ikan koi termasuk jenis ikan yang
mudah dipelihara. Makanannya tidak selalu harus spesial karena termasuk
binatang pemakan tumbuh-tumbuhan dan hewan (omnivora).
Pellet merupakan santapan utama, tapi saat ikan mengikuti kontes, Koi akan
mendapat makanan tambahan dan doping khusus untuk menguatkan warna tubuhnya
dalam masa karantina. Selain itu, sayur-sayuran seperti kangkung atau
buah-buahan, misalnya jeruk, bisa diberikan pada koi.
Nilai koi tergantung dari ukuran,
bentuk serta keseimbangan pola dan intensitas warna kulit. Koi terbaik adalah
yang memiliki intensitas, keseimbangan dan kejernihan warna terbaik. Membeli
koi kecil sebaiknya dipilih yang memiliki kepala terbesar, biasanya akan tumbuh
menjadi ikan dengan tubuh besar. Bentuk yang paling baik adalah seperti
“torpedo”.
BAB 2. TAKSONOMI
1. Klasifikasi
Menurut Atim dan
Sukarwo, ikan koi mempunyai urutan taksonomi atau klasifikasi sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Ostariophsy
Family : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Nama
binomial :
Cyprinus carpion (Linnaeus, 1758)
2. Morfologi
Koi
memiliki berbagai corak warna yang lebih indah dan mempunyai badan
yang berbentuk seperti torpedo dengan perangkat gerak berupa sirip. Adapun
sirip-sirip yang melengkapi bentuk morfologi koi adalah sebuah sirip punggung, sepasang sirip dada, sepasang
sirip perut, sebuah sirip anus dan sebuah sirip ekor.
Untuk
bisa berfungsi sebagai alat bergerak, sirip ini terdiri atas jari-jari keras,
jari-jari lunak dan
selaput sirip. Yang dimaksud dengan jari-jari keras adalah jari-jari sirip yang
kaku dan patah jika dibengkokkan. Sebaliknya jari-jari lunak akan lentur dan
tidak patah jika dibengkokkan, dan letaknya selalu di belakang jari-jari keras.
Selaput sirip merupakan "sayap" yang memungkinkan koi mempunyai
tenaga dorong yang lebih kuat apabila berenang. Selaput inilah yang sering diserang parasit dan
penyakit sehingga sirip koi tampak seperti sisir/sikat. Sirip dada dan sirip
ekor hanya mempunyai jari-jari lunak. Sirip punggung mempunyai 3 jari-jari
keras dan 20 jari-jari lunak, sirip perut hanya terdiri dari jari-jari lunak,
sebanyak 9 buah, sirip anus mempunyai 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak.
Selain
sirip sebagai sarana penggerak, koi juga mempunyai indera penciuman. Indera
pencium ini berupa sepasang sungut (kumis) pada sebelah atas mulutnya, yang
berguna untuk mencium makanan pada dasar kolam yang berlumpur. Dengan indera
penciumnya ini, mereka mampu mendapatkan makanan dengan memisahkannya dari lumpur
yang menutupi makanan tersebut. Kumis ini pula yang membedakannya dengan ikan
maskoki, yang cikal bakalnya sangat mirip dengan mereka.
Pada
sisi badannya, dari pertengahan kepala hingga batang ekor, terdapat gurat sisi
(Linea lateralis) yang berguna untuk
merasakan getaran suara. Garis ini terbentuk dari urat-urat yang ada di sebelah
dalam sisik yang membayang hingga ke sebelah luar.
Badan
koi tertutup selaput yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama terletak di
luar, dikenal sebagai lapisan epidermis, sedang lapisan dalam disebut
endodermis. Epidermis terdiri dari sel-sel getah dan yang menghasilkan lendir (mucus) pada permukaan badan ikan. Cairan
ini melindungi permukaan badan atau menahan parasit yang menyerang koi. Berbeda
dengan lapisan epidermis, lapisan endodermis terdiri atas serat-serat yang
penuh dengan sel. Pangkal sisik dan urat-urat darah terdapat pada daerah ini.
Di dalam lapisan ini juga terdapat sel warna yang sangat diperlukan sekali oleh
koi. Sel warna ini mempunyai corak yang sangat kompleks yang dengan cara
kontraksi memproduksi larutan dengan 4 macam sel warna yang berbeda. Adapun
keempat sel yang diproduksinya adalah melanophore (hitam), xanthophore (kuning), erythrophore (merah), dan guanophore (putih). Organ perasa dan
sistem syaraf mempunyai hubungan yang erat dengan penyusutan
dan penyerapan sel-sel warna. Sisik koi mempunyai
pertumbuhan yang unik. Pada sisik akan tergambar garis-garis yang bisa
di-jadikan patokan untuk memperkirakan
umur koi.
3. Jenis
Ikan
koi memiliki ciri khas warna yang menarik serta variasi jenis yang
beranekaragam. Secara garis besar ikan koi diklasifikasikan dalam 13 kategori
yaitu Kohaku, Sanke, Showa, Bekko,
Utsurimono, Asagi, Shusui, Tancho, Hikari, Koromo, Ogon, Kinginrin, dan Kawarimono.
Umur
ikan koi bisa bertahan sampai puluhan tahun. Untuk memiliki ikan yang berasal
dari perairan Eurasia. Para
penggemar dan calon penggemar dapat menyesuaikan diri antara keinginan dan
kondisi saku. Tak selamanya harus mengeluarkan biaya yang mahal karena harganya
yang bervariasi, tergantung dari ukuran dan jenis. Beberapa penjual mematok
harga mulai dari Rp 50 ribu hingga mencapai Rp 8 Juta. Hebatnya, harga koi
juara kontes dapat menembus ratusan juta rupiah.
BAB 3
TEKNOLOGI BUDIDAYA
1. Pemilihan
Lokasi Dan Konstruksi Wadah
Ikan
koi secara alami hidup di air deras sehingga membutuhkan air jernih dan
berkadar oksigen tinggi. Pemeliharaan ikan koi yang terbaik adalah di kolam
sehingga mudah mendapatkan makanan alami dan sinar matahari untuk merangsang
pewarnaan tubuh. Kolam disinari matahari yang
terlalu banyak menyebabkan suhu air kolam meningkat dan air kolam menjadi keruh
akibat blooming fitoplankton.
Koi
berukuran kecil dapat ditempatkan di akuarium, walaupun ini tidak dapat menjadi
habitat permanen. Bila dipelihara dalam kelompok, koi akan belajar untuk tidak
mengganggu ikan yang berukuran sama, tetapi memakan ikan yang lebih kecil. Koi
suka menggali dasar kolam sehingga menyebabkan akar tanaman rusak.
2. Kualitas Air
Air
merupakan media hidup dan mempengaruhi kualitas tampilan ikan koi sehingga
perlu mendapat perhatian. Kualitas air untuk mendukung perkembangan koi secara
optimum adalah sebagai berikut:
a. Suhu
air berkisar 24-26°C,
b. pH
7,2-7,4 (agak basa),
c. Oksigen
minimal 3-5 ppm,
d. CO2
max 10 ppm,
e. Nitrit
max 0,2.
Air
yang digunakan harus terdeklorinisasi atau sudah disaring dan diendapkan 24
jam. Air yang digunakan untuk pemijahan dan penetasan telur sebaiknya memiliki
kandungan oksigen dan suhu yang stabil. Untuk menjamin tersedianya oksigen
dapat digunakan aerator, sedangkan suhu pada bak pemijahan diusahakan sama
dengan suhu air kolam dengan tingkat perbedaan (fluktuasi) kurang dari 5oC
3. Pakan
Koi
adalah bottom feeder (pemakan di
dasar) dan omnivora (pemakan segala).
Meski demikian ia biasa makan apa saja yang bisa dimakan, seperti pucuk daun,
atau berburu cacing di dasar sungai. Maka inilah guna dari sungut yang ada pada
mulut ikan. Pakan buatan untuk pembesaran koi dapat diberikan dalam bentuk
butiran (pellet). Sumber protein utama adalah formulasi kombinasi antara bahan
nabati (misalnya tepung kedelai, tepung jagung, tepung gandum, tepung daun dan lain-lain) dan bahan
hewani (seperti tepung ikan, tepung kepala udang, tepung cumi, kekerangan dan lain-lain) serta
multivitamin dan mineral seperti Ca, Mg, Zn, Fe, Co sebagai pelengkap pakan.
Kualitas
pakan sangat menentukan tampilan warna sebagai daya tarik ikan koi sendiri,
sehingga banyak upaya telah dilakukan dengan menggunakan bahan pakan yang
mengandung zat pigmen seperti karotin (warna jingga), rutin (kuning) dan astasantin (merah). Zat-zat tersebut
terkandung pada tubuh hewan dan tumbuhan tertentu seperti wortel mengandung zat
karotin,
sedangkan ganggang, chlorella, kubis,
cabai hijau mengandung rutin,
spirulina, kepiting, udang mengandung astasantin.
Para
pembudidaya saat ini tidak perlu lagi menyiapkan pakan sendiri karena sudah
tersedia di pasaran,
pakan koi yang sudah di formulasi sesuai dengan kebutuhan nutrisi dan zat untuk
pembentukan warna ikan koi. Pakan alami atau pakan hidup misalnya cacing darah,
cacing tanah, daphnia, cacing tubifex
cocok diberikan pada benih koi (hingga bobot 50 g/ekor) karena lebih mudah
dicerna oleh benih sesuai dengan kondisi sistem pencernaan, selain itu koi juga
dapat memakan fitoplankton
dalam kolam.
Jumlah
pakan diberikan berdasarkan jumlah ikan (bobot biomassa) dalam kolam dengan
kisaran kebutuhan 3-5 % per-hari, dengan frekuensi pemberian 2-3 kali/hari hal ini juga
disesuaikan dengan kondisi ikan dan media air pemeliharaannya. Koi yang
dipelihara di kolam lumpur
ternyata memiliki kualitas warna yang lebih cemerlang dibandingkan dengan yang
dipelihara di kolam tembok. Ternyata ikan koi tersebut banyak menyantap ganggang yang
memang tumbuh di lumpur.
Ganggang yang dimakan koi mengandung banyak zat karoten. Maka kalau anda ingin menambah warna ikan lebih cemerlang
beri makan “krill”, paprika, dan daun
marigold, semuanya dapat anda
campurkan dalam makanannya. Banyak makanan sumber karoten ini sudah dalam
bentuk ekstrak
sehingga mudah dicampurkan dengan pellet atau roti.
4. Pembenihan
Kolam
pemijahan harus mempunyai pintu pemasukan dan pintu pengeluaran air tersendiri. Selain itu, seluruh
kolam harus diplester dan bisa dikeringkan dengan sempurna. Luas kolam
pemijahan bervariasi. Untuk kolam sempit dapat menggunakan kolam seluas 3-6 m2
dengan kedalaman 0,5 m. Lokasi kolam cukup mendapatkan sinar matahari, tidak
terlalu ribut, terlindung dari jangkauan anak-anak dan binatang peliharaan
lain. Jika mungkin, sediakan juga kolam penetasan telur dan perawatan benih.
Kolam penetasan, bentuknya bisa persegi panjang atau bulat. Kalau kolam bulat,
diameternya antara 1,5-2 m.
Satu
kolam lagi jika ada, yaitu kolam untuk menumbuhkan pakan alami yang dipakai
untuk mensuplai pakan benih jika kuning telurnya telah habis. Kedalaman kolam
sekitar 30 cm. Luas kolam antara 6-10 m2, cukup memadai.
Bagi
yang memiliki uang cukup, dinding kolam bisa dilapis vinil yaitu bahan yang biasa untuk membuat bak fiberglass. Dengan lapisan vinil,
kolam-kolam tersebut lebih terjamin kebersihannya dan efek dari semen bisa
dihilangkan.
Induk
yang baik adalah yang memiliki pola warna bervariasi yang cerah simetris dengan
bentuk tubuh seperti terpedo dengan berat badan minimal 1 kg. Kebanyakan
pembudidaya memilih untuk membeli koi berkualitas baik untuk calon induk dengan
ukuran 5-8 cm yang harganya murah untuk dibesarkan menjadi induk.
Secara
alami, carp memijah pada musim semi
dan menjadi matang gonad dengan menaikkan suhu air. Induk jantan dan betina
ditempatkan dalam wadah terpisah (untuk menghindari bertelur yang tidak
diinginkan) dan tidak diberi pakan selama beberapa hari.
Koi
dapat memijah secara alami dan buatan yaitu dengan rangsangan hormon yang
disuntikkan pada tubuh induk betina untuk mempercepat proses pembuahan.
Penyuntikan Pituitary Gland (PG, nama
dagang ovaprim) dengan dosis 0,2 mg/kg bobot ikan untuk satu kali penyuntikan.
Ovulasi akan terjadi 10 jam setelah penyuntikan. Sistem pemijahan tanpa
pengurutan/stripping ini disebut
pemijahan semi alami yang lebih aman karena tanpa melukai ikan. Bila ikan sulit
melakukan pemijahan alami sehingga perlu bantuan proses pembuahan buatan, maka
dilakukan pengurutan telur dan sperma (stripping)
yang merupakan pilihan terakhir.
Induk
betina dalam sekali pemijahan dapat menghasilkan 75.000 telur/kg berat badan.
Perbandingan jumlah induk dalam proses pemijahan adalah 2 betina dan 1 jantan.
Biasanya telur yang dikelurkan oleh induk betina menempel pada substrat (ijuk)
yang segera dibuahi oleh sperma jantan. Setelah telur dibuahi sebaiknya
dipisahkan dari induk, dengan memindahkan induk dari wadah pemijahan atau
sebaliknya telur yang diangkat dan dipindahkan ke dalam wadah
penetasan.
5. Pendederan
Telur
yang sudah dibuahi akan menetas setelah 24-48 jam tergantung suhu. Selama
penetasan, kepadatan telur adalah 1 kg per 5 liter air. Larva yang baru menetas
belum memerlukan pakan selama 3-4 hari, karena masih mempunyai kantong kuning
telur. Menjelang kuning telur habis, perlu diberikan pakan alami berupa naupli
artemia atau pakan alami lainnya yang seukuran. Kemudian secara bertahap dapat
diberikan pakan buatan berupa butiran kering (pellet). Dalam 5
hari sesudahnya 1 juta larva memerlukan 7 kg artemia, atau sekitar 0,5-2 kg per
hari. Pada tahap ini larva ditebar pada kepadatan 20-40 larva/liter. Untuk
menghasilkan 1 juta fingerling
memerlukan sekitar 25 kg telur artemia. Sintasan selama 9 hari
adalah 50-80%. Ikan yang seberat 10 mg dapat dijual seharga US$ 0,25 atau
sekitar Rp. 2.500,-.
Larva
yang berbobot 0,25 gram
diberikan pakan buatan (butiran) kering dan dapat didederkan ke kolam hingga
ukuran fingerling (2 gram).
Pendederan terbagi atas 2 tahap yaitu pendederan I selama 2 bulan pemeliharaan
hingga larva mencapai ukuran fingerling
(2-3 cm). Pendederan II dilakukan dalam kolam yang diolah untuk menumbuhkan
pakan alami dan dilakukan seleksi dan penjarangan (mengurangi kepadatan).
Penjarangan bertujuan untuk memberi ruang gerak yang cukup bagi ikan koi.
Seleksi bertujuan untuk mendapatkan ikan Koi berkualitas baik.
Waktu
yang diperlukan dari telur hingga mencapai ukuran fingerling (2 gram) adalah
6-8 minggu dengan nilai sintasan (SR) 55%. Sedangkan untuk mencapai ukuran 5-8
cm diperlukan waktu 4 bulan. Kualitas ikan koi (pola dan warna) bergantung dari
induknya.
Dari hasil seleksi ukuran fingerling,
yang afkir mencapai 25-50%. Dari 1 juta telur dapat dihasilkan 225.000-338.000
ekor fingerling berkualitas baik
(22–33 %).
6. Pewarnaan
Kualitas
koi ditentukan oleh pola warna, kesesuaian jenis koi dan kejelasan warna. Pola
warna yang simetris dengan batasan jelas antar warna menunjukkan kualitas yang
baik.
Genotip
menentukan jumlah dan jenis sel pigmen serta kromatofora. Kromatofora
menghasilkan warna juga dipengaruhi otak ikan. Ikan pada wadah gelap cenderung
berwarna gelap, begitu pula sebaliknya. Warna dapat berubah bila ikan mengalami
tekanan (stres). Biasanya ikan yang tumbuh lambat mempunyai warna yang lebih
baik daripada ikan yang tumbuh cepat karena pigmen bisa diubah dan digunakan untuk
pertumbuhan tubuh. Seumur hidupnya, ikan koi dapat menyimpan dan menggunakan
pigmen. Koi muda yang berwarna pucat apabila diberikan pakan berpigmen selama 6
minggu sebelum dipasarkan akan berwarna menarik. Intensitas warna tergantung
dari jumlah pigmen dalam kromatofora. Pigmen dapat muncul dengan adanya
karotenoid dalam pakan.
7. Pra Panen
Koi
tumbuh sekitar 2 cm per bulan dan pada usia 60 tahun dapat mencapai panjang
hingga 1 m. Bila ikan koi
telah mencapai ukuran pasar yaitu 20 cm dapat dipanen dan dilakukan seleksi
akhir, dengan memisah-misahkan jenis, ukuran dan pola warna tubuhnya. Dari
hasil seleksi ini, Koi yang terpilih dibesarkan di dalam bak atau kolam semen
sambil menunggu harga pasar yang baik.
Dalam
penampungan akhir ini, ikan dapat diperbaiki bentuknya, jika terlalu gemuk
dibuat langsing atau yang terlalu kurus dibuat lebih gemuk. Pemeliharaan
berikutnya diusahakan tidak terlalu padat, akan lebih baik jika dalam bak
dilengkapi aerator sehingga kesegaran air terjamin dan dengan pemberian pakan
yang baik dapat meningkatkan kualitas warna tubuh ikan koi.
8. Persyaratan Ekspor
Eksportir
harus memiliki syarat izin dari Dinas Perdagangan yang dibuktikan dengan
dokumen IIKIS
(Izin Instalasi Karantina Ikan Sementara), Hasil Uji PCR (Polymerase Chain Reaction), untuk deteksi penyakit ikan dan dokumen
bea cukai di bandara.
Standar
ikan yang akan diekspor antara lain kondisi sehat dengan ciri diantaranya:
a) Bentuk tubuh ideal
dan proporsional,
b) Sirip
sempurna seperti tidak ada bengkok,
c) Tidak cacat, rusak,
robek atau patah.
d) Kondisi
sisiknya utuh tidak ada yang lepas, mengkilap dan berkilau bila terkena sinar.
e) Ikan
koi
diperiksa di laboratorium oleh Badan Karantina untuk di cek apakah benar –
benar sehat dan tidak berpenyakit.
f) Bila
ikan dinyatakan sehat, Badan Karantina akan mengeluarkan surat.
9. Keterangan Layak
Ekspor
Badan
Karantina kemudian mengemas ikan hias dalam plastik, Styrofoam dan Hard Carton.
Dalam satu kantong plastik ukuran 20 liter diisi air dan oksigen dengan perbandingan
2:3 untuk 20 ekor ikan koi
ukuran 8 cm. Pengiriman ikan koi
ini dilakukan dengan menggunakan jalur udara.
Biaya
pengiriman untuk satu kali pengiriman tergantung negara yang dituju, misalnya ke negara China sebesar
Rp 3 juta. Biaya tersebut ditanggung eksportir. Sedangkan system pembayaran
oleh buyer menggunakan L/C (Letter of Credit – sebuah cara
pembayaran international yang memungkinkan ekspotir menerima pembayaran tanpa
menunggu berita dari luar negeri setelah barang dikirim kepada pemesan dengan
tanggung jawab penjual (produsen) hanya sampai di atas kapal yang tertambat di
pelabuhan dalam negeri atau Free On board
(FOB).
DAFTAR
PUSTAKA
Amri, K.
dan Khairuman. 2002. Menanggulangi Penyakit Pada Ikan Mas dan koi. Agromedia. Jakarta
Bachtiar,
Y. 2004. Ikan Hias Air Tawar Untuk Ekspor. Agromedia. Jakarta.
Hardjo, B. 2004. Pemijahan Ikan Koi
Secara Alami. http://www. Blitar koi. Info
Pusat informasi dan penjualan.go.id.Husein, Martani.
Penyakit Pada Ikan Koi. Jakarta. 2007
Hikmat, K. 2002.Koi Si ikan Panjang Umur. Agromedia Jakarta.
Mudjiman,
A. 2004. Makanan Ikan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Susanto, H. 2002 . KOI. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Susanto,
H. 2008. Panduan Memelihara Koi.
Penebar Swadaya. Jakarta
Tiana,
O. A. dan Murhananto. 2002. Budidaya Koi.
Agromedia Pustaka. Jakarta
No comments:
Post a Comment