BAB 1. PENDAHULUAN
Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh
Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan. Ikan nila
(Oreochromis
niloticus)
yang berasal dari Taiwan sudah sejak tahun 1969 dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Bibit ikan didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai
Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian
dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh
Indonesia.
Nama atau sebutan nila ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Perikanan pada tahun 1972, diambil dari nama spesiesnya nilotika menjadi nila. Ikan
nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan
pipih ke samping dan warna putih kehitaman.
Usaha pemerintah dalam memasyarakatkan makan ikan nila
terutama di pedesaan, untuk memenuhi kebutuhan gizi, kiranya akan terwujud. Hal
ini didukung oleh keunggulan ikan nila
(Oreochormis niloticus) yang
harganya terjangkau masyarakat, mudah dibudidayakan, pertumbuhan cepat, serta
tahan terhadap oksigen rendah.
BAB 2. TAKSONOMI
Klasifikasi
ikan nila adalah sebagai berikut:
Kelas : Osteichthyes
Sub-kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus.
Morfologi Ikan nila dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Terdapat 3 (tiga) jenis
nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino.
BAB 3
TEKNOLOGI BUDIDAYA
1. Persyaratan Lokasi
Tanah yang
baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos.
Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor
sehingga dapat dibuat pematang/ dinding
kolam. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan
kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
Ikan nila
cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m dpl). Kualitas air
untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak
tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/ limbah
pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat
pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya
plankton. Air yang kaya plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau
kecokelatan karena banyak mengandung diatomae.
Sedangkan plankton/alga biru kurang baik untuk pertumbuhan ikan. Tingkat
kecerahan air karena plankton harus dikendalikan yang dapat diukur dengan alat
yang disebut piring secchi (secchi disc). Untuk di kolam dan tambak,
angka kecerahan yang baik antara 20-35 cm.
Debit air
untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih,
karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras.
Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Sedangkan
keasaman air (pH) yang optimal adalah antara 7-8. Suhu air yang optimal
berkisar antara 25-30°C. Kadar garam air yang baik antara
0-35 ppt.
2. Teknis Budidaya
Penyiapan
sarana dan peralatan. Sarana berupa kolam
yang perlu disediakan dalam usaha budidaya ikan nila tergantung dari sistim
pemeliharaannya (sistim 1 kolam, 2 kolam dan lain-lain).
Adapun jenis kolam
yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan nila antara lain:
a.
Kolam pemeliharaan induk/kolam pemijahan. Kolam
ini berfungsi sebagai kolam pemijahan, kolam sebaiknya berupa kolam tanah yang
luasnya 50-100 m2 dan kepadatan kolam induk hanya 2
ekor/m2. Adapun syarat kolam pemijahan adalah
suhu air berkisar antara 20-22°C; kedalaman air 40-60
cm; dasar kolam sebaiknya berpasir.
b.
Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan. Luas
kolam tidak lebih dari 50-100 m2.
Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/ m2. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan
antara 3-4 minggu, pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm.
c.
Kolam pembesaran. Kolam
pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan membesarkan benih
selepas dari kolam pendederan.
Adakalanya
dalam pemeliharaan ini diperlukan beberapa kolam pembesaran, yaitu:
1)
Kolam pembesaran tahap I berfungsi untuk
memelihara benih ikan selepas dari kolam pendederan. Kolam ini sebaiknya
berjumlah antara 2-4 buah dengan luas maksimum 250-500 m2 per kolam. Pembesaran tahap I ini tidak
dianjurkan memakai kolam semen, sebab benih ukuran ini memerlukan ruang yang
luas. Setelah benih menjadi gelondongan kecil maka benih memasuki pembesaran
tahap kedua atau langsung dijual kepada para petani.
2)
Kolam pembesaran tahap II berfungsi untuk
memelihara benih gelondongan besar. Kolam dapat berupa kolam tanah atau sawah. Keramba
apung juga dapat digunakan dengan mata jaring 1,25-1,5
cm. Jumlah penebaran pembesaran tahap II sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/ m2.
3)
Pembesaran tahap III berfungsi untuk
membesarkan benih. Diperlukan kolam tanah antara 80-100 cm dengan luas
500-2.000 m2.
d.
Kolam/tempat pemberokan. Pembesaran
ikan nila dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa Hapa berukuran 1 x 2 m
sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan
kedalaman kolam. Selain itu sawah yang sedang diberokan dapat dipergunakan pula
untuk pemijahan dan pemeliharaan benih ikan nila. Sebelum digunakan petak sawah
diperdalam dahulu agar dapat menampung air sedalam 50-60 cm, dibuat parit
selebar 1 - 1,5 m dengan kedalaman 60-75 cm.
Peralatan. Alat-alat yang biasa
digunakan dalam usaha pembenihan ikan nila diantaranya adalah: jala, waring
(anco), hapa (kotak dari jaring/kelambu untuk menampung sementara induk maupun
benih), seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil
(gram) dan besar (kg), cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc)
untuk mengukur kadar kekeruhan.
Sedangkan peralatan
lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan nila antara lain adalah
warring/scoopnet yang halus, ayakan
panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan
ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish
bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan
telur yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol) atau
kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan penyabetan dari alumunium/bambu,
oblok/ delok (untuk pengangkut benih), sirib (untuk
menangkap benih ukuran 10 cm ke atas),
anco/hanco (untuk menangkap ikan),
lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi), scoopnet (untuk
menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas), seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar),
jaring berbentuk segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).
Persiapan
Media. Yang
dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan
ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dan lain-lain. Dalam
menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan
kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama
dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/m2, diberi
pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis
50-700 gram/ m2, bisa juga ditambahkan pupuk buatan
yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram/ m2 dan 10 gram/ m2.
3. Pembenihan
Pemilihan
Bibit dan Induk. Ciri-ciri
induk bibit nila yang unggul adalah sebagai berikut:
a.
Mampu memproduksi benih dalam jumlah yang
besar dengan kualitas yang tinggi.
b.
Pertumbuhannya sangat cepat.
c.
Sangat responsif terhadap makanan buatan yang
diberikan.
d.
Resisten terhadap serangan hama, parasit dan
penyakit.
e.
Dapat hidup dan tumbuh baik pada lingkungan
perairan yang relatif buruk.
f.
Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu
120-180 gram/ekor dan berumur sekitar 4-5 bulan.
Adapun ciri-ciri
untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
Betina
a.
Terdapat 3 buah lubang pada urogenetial
yaitu: dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urine.
b.
Ujung sirip berwarna kemerah-merahan pucat
tidak jelas.
c.
Warna perut lebih putih.
d.
Warna dagu putih.
e.
Jika perut distriping tidak mengeluarkan
cairan.
Jantan
a.
Pada alat urogenital terdapat 2 buah
lubang yaitu: anus dan lubang sperma merangkap lubang urine.
b.
Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang
dan jelas.
c.
Warna perut lebih gelap/kehitam-hitaman.
d.
Warna dagu kehitam-hitaman dan
kemerah-merahan.
e.
Jika perut distriping mengeluarkan cairan.
Ikan nila sangat mudah kawin silang dan bertelur secara
liar. Akibatnya, kepadatan kolam meningkat. Di samping
itu, ikan nila yang sedang beranak lambat pertumbuhan sehingga diperlukan waktu
yang lebih lama agar dicapai ukuran untuk dikonsumsi yang diharapkan. Untuk
mengatasi kekurangan ikan nila di atas, maka dikembang metode kultur tunggal kelamin
(monoseks).
4. Pemeliharaan Benih
Pada usaha
pembenihan, kegiatan yang dilakukan adalah :
a.
Memelihara dan memijahkan induk ikan untuk
menghasilkan burayak (anak ikan).
b.
Memelihara burayak (mendeder) untuk
menghasilkan benih ikan yang lebih besar. Usaha pembenihan biasanya
menghasilkan benih yang berbeda-beda ukurannya. Hal ini berkaitan dengan
lamanya pemeliharaan benih. Benih ikan nila yang baru lepas dan mulut induknya
disebut “benih kebul”. Benih yang berumur 2-3 minggu setelah menetas disebut
benih kecil, yang disebut juga putihan (Jawa Barat). Ukurannya 3-5 cm.
Selanjutnya benih kecil dipelihara di kolam lain atau di sawah. Setelah
dipelihara selama 3-1 minggu akan dihasilkan benih berukuran 6 cm dengan berat
8-10 gram/ekor. Benih ini disebut gelondongan kecil. Benih nila merah. Berumur
2-3 minggu, ukurannya 5 cm. Gelondongan kecil dipelihara di tempat lain lagi
selama 1- 1,5 bulan. Pada umur ini panjang benih telah mencapai 10-12 cm dengan
berat 15-20 gram. Benih ini disebut gelondongan besar.
5. Pembesaran
Dua minggu
sebelum dipergunakan kolam harus dipersiapkan. Dasar kolam dikeringkan, dijemur
beberapa hari, dibersihkan dari rerumputan dan dicangkul sambil diratakan.
Tanggul dan pintu air diperbaiki jangan sampai terjadi
kebocoran. Saluran air diperbaiki agar jalan air lancar. Dipasang saringan pada
pintu pemasukan maupun pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki
pH tanah dan memberantas hamanya. Untuk mineralisasi tanah
dipergunakan kapur tohor (CaO) sebanyak 100-300 kg/ha. Kalau dipakai kapur
pertanian dosisnya 500-1000 kg/ha. Pupuk kandang ditabur dan diaduk dengan
tanah dasar kolam. Dapat juga pupuk kandang dionggokkan di depan pintu air
pemasukan agar bila diairi dapat tersebar merata. Dosis pupuk kandang 1-2
ton/ha. Setelah semuanya siap, kolam diairi. Mula-mula sedalam 5-10 cm dan
dibiarkan 2-3 hari agar teriadi mineralisasi tanah dasar kolam. Lalu
tambahkan air lagi sampai kedalaman 80-100 cm. Kini kolam siap untuk ditebari
induk ikan.
6. Pemupukan
Pemupukan
dengan jenis pupuk organik, anorganik (Urea dan TSP), serta kapur. Cara
pemupukan dan dosis yang diterapkan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh
dinas perikanan daerah setempat, sesuai dengan tingkat kesuburan ditiap daerah.
Beberapa hari sebelum penebaran benih ikan, kolam harus dipersiapkan dahulu.
Pematang dan pintu air kolam diperbaiki, kemudian dasar kolam dicangkul dan
diratakan. Setelah itu, dasar kolam ditaburi kapur sebanyak 100-150 kg/ha.
Pengapuran berfungsi untuk menaikkan nilai pH kolam menjadi 7,0-8,0 dan juga
dapat mencegah serangan penyakit. Selanjutnya kolam diberi pupuk organik
sebanyak 300-1.000 kg/ha. Pupuk Urea dan TSP juga diberikan sebanyak 50 kg/ha.
Urea dan TSP diberikan dengan dicampur terlebih dahulu dan ditebarkan merata di
dasar kolam. Selesai pemupukan kalam diairi sedalam 10 cm dan dibiarkan 3-4
hari agar terjadi reaksi antara berbagai macam pupuk dan kapur dengan tanah. Hari
kelima air kolam ditambah sampai menjadi sedalam 50 cm. Setelah sehari semalam,
air kolam tersebut ditebari benih ikan. Pada saat itu fitoplankton mulai tumbuh yang ditandai dengan perubahan warna air
kolam menjadi kuning kehijauan. Di dasar kolam juga mulai banyak terdapat
organisme renik yang berupa kutu air, jentik-jentik serangga, cacing, anak-anak
siput dan sebagainya. Selama pemeliharaan ikan, air kolam diatur sedalam 75-
100 cm.
Pemupukan
susulan harus dilakukan 2 minggu sekali, yaitu pada saat makanan alami sudah
mulai habis. Pupuk susulan ini menggunakan pupuk organik sebanyak 500 kg/ha.
Pupuk itu dibagi menjadi empat dan masing-masing dimasukkan ke dalam keranjang
bambu. Kemudian keranjang diletakkan di dasar kolam, dua buah
di sisi kiri dan dua
buah di sisi kanan aliran air masuk. Sedangkan yang dua keranjang lagi
diletakkan di sudut-sudut kolam. Urea dan TSP masing-masing sebanyak 30 kg/ha
diletakkan di dalam kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil agar pupuk
sedikit demi sedikit. Kantong pupuk tersebut digantungkan sebatang bambu yang
dipancangkan di dasar kolam. Posisi kantong pupuk
terendam tetapi tidak sampai ke dasar kolam. Selain pakan
ikan nila juga harus tetap diberi dedak dan katul. pemupukan di atas dapat
dilakukan untuk kolam air tawar, payau atau sawah.
7. Pemberian Pakan
Pemupukan
kolam telah merangsang tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun binatang
yang hidup di dasar, seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chironomus (cuk). Semua itu dapat
menjadi makanan ikan nila. Namun, induk ikan nila juga masih perlu pakan
tambahan berupa pellet yang mengandung protein 30-40% dengan
kandungan lemak tidak lebih dan 3%.
Pembentukan
telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya. Perlu
pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan/sayuran
yang dipotong/diiris. Boleh juga diberi makan tumbuhan air
seperti ganggang (Hydrilla).
Banyaknya pellet sebagai pakan induk kira-kira 3% berat
biomassa per hari. Agar diketahui berat biomassa maka diambil
sampel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya. Berat rata-rata
yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam. Misalnya
berat rata-rata ikan 220 gram, jumlah ikan 90 ekor maka berat biomassa 220 x 90
= 19.800 gram. Jumlah ransum per han 3% x 19.800 gram =
594 gram. Ransum ini diberikan 2-3 kali sehari.
Bahan
pakan yang banyak mengandung lemak seperti bungkil kacang dan bungkil kelapa
tidak baik untuk induk ikan. Apalagi kalau hal tersebut
sudah berbau tengik. Dedak halus dan bekatul boleh diberikan sebagai pakan.
Bahan pakan seperti itu juga berfungsi untuk menambah kesuburan kolam.
8. Pemeliharaan Kolam
Sistem dan
intensitas pemeliharaan ikan nila tergantung pada tempat pemeliharaan dan input yang tersedia. Target
produksi harus disesuaikan dengan permintaan pasar. Biasanya konsumen
menghendaki jumlah dan ukuran ikan yang berbeda-beda. Intensitas usaha dibagi
dalam tiga tingkat, yaitu :
a.
Sistem ekstensif
(teknologi sederhana)
Sistem
ekstensif merupakan sistem pemeliharaan ikan yang belum berkembang. Input
produksinya sangat sederhana. Biasanya dilakukan di kolam air tawar. Dapat pula
dilakukan di sawah. Pengairan tergantung kepada musim hujan. Kolam yang
digunakan biasanya kolam pekarangan yang sempit. Hasil ikannya hanya untuk
konsumsi keluarga sendiri. Sistem pemeliharaannya secara polikultur. Sistem ini
telah dipopulerkan di wilayah desa miskin. Perkiraan pemanenan tidak tentu.
Ikan yang sudah agak besar dapat dipanen sewaktu-waktu.
Hasil
pemeliharaan sistem ekstensif sebenarnya cukup
lumayan, karena pemanenannya bertahap. Untuk kolam berukuran
2 x 1 x 1 m ditebarkan benih ikan nila sebanyak 20 ruang berukuran 30 ekor.
Setelah 2 bulan diambil 10 ekor, dipelihara 3 bulan kemudian berkembangbiak, demikian seterusnya. Total
produksi sistem ini dapat mencapai 1.000 kg/ha/tahun. Penggantian air kolam
menggunakan air sumur. Penggantian dilakukan seminggu sekali.
b.
Sistem semi-Intensif (teknologi madya)
Pemeliharaan
semi-intensif dapat dilakukan di kolam, tambak,
sawah dan jaring apung. Pemeliharaan ini biasanya digunakan untuk pendederan.
Dalam sistem ini sudah dilakukan pemupukan dan pemberian pakan tambahan yang
teratur. Prasarana berupa saluran irigasi cukup baik sehingga kolam dapat
berproduksi 2-3 kali per tahun.
Selain
itu, penggantian air juga dapat dilakukan secara rutin. Pemeliharaan ikan di
sawah hanya membutuhkan waktu 2-2,5 bulan karena bersamaan dengan tanaman padi
atau sebagai penyelang. OIeh karena itu, hasil ikan dan sawah ukurannya tak
lebih dari 50 gram. Itu pun kalau benih yang dipelihara sudah
berupa benih gelondongan besar.
Budidaya
ikan nila secara semi-intensif di kolam dapat dilakukan secara monokultur
maupun secara polikultur. Pada monokultur sebaiknya dipakai sistem tunggal
kelamin. Hal ini karena nila jantan lebih cepat tumbuh dan
ikan nila betina. Sistem semi-intensif juga dapat dilakukan secara terpadu (intergrated), artinya kolam ikan
dikelola bersama dengan usaha tani lain maupun dengan industri rumah tangga.
Misal usaha ternak kambing, itik dan sebagainya. Kandang dibuat di atas kolam
agar kotoran ternak menjadi pupuk untuk kolam. Usaha tani kangkung, genjer dan
sayuran lainnya juga dapat dipelihara bersama ikan nila. Limbah sayuran menjadi
pupuk dan pakan tambahan bagi ikan. Sedangkan lumpur yang kotor dan kolam ikan
dapat menjadi pupuk bagi kebun sayuran. Usaha penggilingan padi mempunyai hasil
sampingan berupa dedak dan katul. Oleh karena itu, sebaiknya dibangun kolam
ikan di dekat penggilingan tersebut. Hasil penelitian Balai Penelitian
Perikanan sistem integrated dapat
menghasilkan ikan sampai 5 ton atau lebih per 1 ha/tahun.
c.
Sistem intensif (teknologi maju)
Sistem
pemeliharaan intensif adalah sistem pemeliharaan ikan paling modern. Produksi
ikan tinggi sampai sangat tinggi disesuaikan dengan kebutuhan
pasar.
Pemeliharaan
dapat dilakukan di kolam atau tambak air payau dan pengairan yang baik.
Pergantian air dapat dilakukan sesering mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan
ikan. Volume air yang diganti setiap hari sebanyak 20% atau bahkan lebih. Pada
usaha intensif, benih ikan nila yang dipelihara
harus tunggal (jantan).
Pakan yang diberikan juga harus bermutu. Ransum hariannya 3% dan berat biomassa
ikan per hari. makanan sebaiknya berupa pelet yang berkadar protein 25-26%,
lemak 6-8%. Pemberian pakan sebaiknya dilakukan oleh teknisinya sendiri dapat
diamati nafsu makan ikan-ikan itu.
BAB 4
HAMA DAN PENYAKIT
1.
Hama
a)
Bebeasan (Notonecta).
Berbahaya bagi benih karena sengatannya. Pengendalian: menuangkan minyak tanah
ke permukaan air 500 cc/100 m².
b)
Ucrit (larva
cybister).
Menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek. Pengendalian: sulit
diberantas; hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam.
c)
Kodok. Makan telur-telur
ikan. Pengendalian: sering membuang telur yang mengapung; menangkap
dan membuang hidup-hidup.
d)
Ular. Menyerang benih dan ikan kecil.
Pengendalian: lakukan penangkapan; pemagaran kolam.
e)
Linsang. Memakan ikan pada malam hari.
Pengendalian: pasang jebakan berumpun.
f)
Burung. Memakan benih yang berwarna menyala
seperti merah, kuning. Pengendalian: diberi penghalang bambu agar supaya sulit
menerkam; diberi rumbai-rumbai atau tali penghalang.
2.
Penyakit
a)
Penyakit pada kulit. Gejala:
pada bagian tertentu berwarna merah, berubah warna dan tubuh berlendir.
b)
Penyakit pada insang. Gejala:
tutup insang bengkak, lembar insang pucat/keputihan.
c)
Penyakit pada organ dalam. Gejala:
perut ikan bengkak, sisik berdiri, ikan tidak gesit.
d)
Pengendalian: direndam dalam larutan PK (kalium permanganat) selama 30-60 menit
dengan dosis 2 gram/10 liter air, pengobatan dilakukan berulang 3 hari kemudian
direndam dalam Negovon selama 3 menit dengan dosis 2-3,5 %.
Secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah
timbulnya penyakit dan hama pada budidaya ikan nila:
a)
Pengeringan dasar kolam secara teratur setiap
selesai panen.
b)
Pemeliharaan ikan yang benar-benar bebas
penyakit.
c)
Hindari penebaran ikan secara berlebihan
melebihi kapasitas.
d)
Sistem pemasukan air yang ideal adalah
paralel, tiap kolam diberi satu pintu pemasukan air.
e)
Pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.
f)
Penanganan saat panen atau pemindahan benih
hendaknya dilakukan secara hati-hati dan benar.
g)
Binatang seperti burung, siput, ikan seribu (lebistus reticulatus peters) sebagai
pembawa penyakit jangan dibiarkan masuk ke areal perkolaman.
BAB 5
PANEN
Pemanenan ikan nila dapat dilakukan dengan cara: panen
total dan panen sebagian.
a)
Panen total
Panen total dilakukan
dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10 cm. Petak
pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 1 m2
di depan pintu pengeluaran (monnik),
sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat
keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati
untuk menghindari lukanya ikan.
b)
Panen sebagian atau panen selektif
Panen selektif
dilakukan tanpa pengeringan kolam, ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran
tertentu. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan waring yang di atasnya telah
ditaburi umpan (dedak). Ikan yang tidak terpilih (biasanya terluka akibat
jaring), sebelum dikembalikan ke kolam sebaiknya dipisahkan dan diberi obat
dengan larutan malachite green
0,5-1,0 ppm selama 1 jam.
BAB 6
PASCA PANEN
Penanganan pascapanen ikan nila dapat dilakukan dengan
cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.
·
Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan
konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal
yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan
hidup, segar dan sehat antara lain:
a.
Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu
rendah sekitar 20oC.
b.
Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari
atau sore hari.
c.
Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan
tidak terlalu padat.
·
Penanganan ikan segar
Ikan segar
mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan
untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
a.
Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar
ikan-ikan tidak luka.
b.
Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar
bersih dan lendir.
c.
Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup.
Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang
yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh
digunakan kotak dan seng atau fiberglass.
Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.
d.
Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es
dengan suhu 6-7oC Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai)
dengan perbandingan jumlah es dan ikan (1:1).
Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan
es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara
ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup
kotak.
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pananganan benih adalah sebagai berikut:
·
Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu
bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru
dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem
terbuka).
·
Air yang dipakai media pengangkutan harus
bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainnya.
Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
·
Sebelum diangkut benih ikan harus diberok
dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi
air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan
ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat
menampung benih ikan mas sejumlah 5000-6000 ekor
dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan
ukuran benihnya.
Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan
benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
·
Sistem terbuka
Dilakukan untuk
mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat
pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan
dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
·
Sistem tertutup
Dilakukan untuk
pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam,
menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5
liter yang diberi buffer Na2(HPO)4.1H2O
sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong
plastik:
a.
Masukkan air bersih ke dalam kantong plastik
kemudian benih;
b.
Hilangkan udara dengan menekan kantong
plastik ke permukaan air;
c.
Alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke
kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:2);
d.
Kantong plastik lalu diikat.
e.
Kantong plastik dimasukkan ke dalam dos
dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar
0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,
Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila (Buku I). Direktorat Bina Produksi,
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta. 1989.
----------,
Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila Merah (Oreochormis Sp). Dinas Perikanan
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Bandung. 1988.
Cholik,
F., Artati dan Rahmat Arifin. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Kolam Ikan. 1991.
Hassanudin
Saanin. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta Jakarta. 1992.
Puslitbang
Perikanan. Petunjuk Pengoperasian Unit Sarana Pembesaran Ikan Nila. 1988
Verranita.
2009. Nila Best (PP). Praktek Budidaya Air Tawar BRKP
Sempur-Bogor.
No comments:
Post a Comment