Wednesday, September 21, 2016

Budidaya Ikan Cupang 2



BAB 1
PENDAHULUAN

Ikan hias air tawar merupakan komoditas perikanan yang bisa dibudidayakan secara terus menerus. Budidaya ikan air tawar khususnya ikan hias menjanjikan peluang yang sangat besar bagi perbaikan ekonomi masyarakat. Siklus produksi yang pendek dan pangsa pasar yang luas menjadikannya sebagai salah satu faktor produksi yang sangat potensial dan prosfektif. Disamping itu, pilihan tipe budidaya yang relatif tidak membutuhkan lahan luas sangat mendukung untuk budidaya dengan skala rumah tangga dan tidak membutuhkan modal yang besar. Ikan hias air tawar saat ini tidak hanya diminati oleh pasar lokal, tetapi juga telah memasuki pasar ekspor. Ikan hias air tawar merupakan komoditas ekspor Indonesia yang menjadi salah satu sumber devisa negara.
Cupang Hias (Betta Splendens)  memiliki banyak penggemar mulai dari kalangan anak-anak hingga para penghobiis internasional, selain karena memiliki bentuk dan karakteristik yang indah, ikan ini juga mudah untuk dibudidayakan mulai dari skala rumah tangga hingga skala produksi massal. Dalam proses pembudidayaannya khususnya dalam tahapan pembenihan tidak semua induk akan menjadi cupang hias yang memiliki warna atau bentuk sirip yang indah. Hal ini tergantung dari manajemen pemeliharaan induk dan genetik induk yang dipijahkan dari pembudidaya itu sendiri. Untuk ikan cupang yang tidak memiliki karakteristik spesial (warna dan bentuk sirip) tidak akan memiliki nilai ekonomis dalam pasar ikan hias.


BAB 2
BIOLOGI IKAN CUPANG HIAS

1.   Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Regan (1910), Ikan Cupang termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom             : Animalia
Phylum               : Chordata
Subphylum        : Vetebrata
Superclass         : Osteichtyes
Class                   : Actinopterygii
Superorder         : Acanthopterygii
Ordo                    : Perciformes
Suborder            : Anabantoidei
Family                 : Osphronemidae, Bleeker (1859)
Subfamily           : macropodinae, Liem (1963)
Genus                 : Betta,  Bleeker (1850)
Species               : splendens
Scientific Name : Betta Speldens, Regan (1910)
Nama Dagang   : Cupang atau Betta
Secara umum, tubuh ikan cupang memiliki bentuk yang bervariasi. Pada bagian sisik terlihat besar dan kasar. Sedangkan pada bagian pangkal ekor terlihat lebar sehingga tubuhnya terlihat kokoh dan kuat. Letak mata cenderung horizontal terhadap mulut hingga terletak lebih rendah dari mulut ikan cupang itu sendiri.
Adapun morfologi dari ikan cupang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi Cupang Hias
Untuk lebih jelasnya, jenis-jenis ikan cupang hias yang populer di Indonesia dapat dilihat pada Gambar .
Gambar 2. Jenis-jenis ikan cupang hias yang populer di Indonesia. A. Plakat; B. Crawn tail; C. Double tail; D. Halfmoon.
2.   Habitat, Sifat dan Kebiasaan Makan
Di alam, cupang dapat ditemukan di daerah beriklim tropis dan hidup di sungai, rawa, persawahan, serta perairan tawar dangkal lainnya. Kualitas air yang optimal yaitu pH 6,5-7,5, kesadahan air berkisar 5-12OdH, suhu air 24-30OC. Ikan cupang memiliki alat bantu pernafasan berupa labirin. Oleh karena itu, ikan cupang dapat bertahan hidup pada perairan dengan kadar oksigen terlarut yang rendah, karena ikan cupang dapat mengambil dan menyimpan oksigen lebih banyak dengan cara mengambil langsung di permukaan air.
Ikan cupang memiliki sifat diurnal atau aktif mencari makan pada siang hari. Ikan ini termasuk dalam kelompok karnivora, hal ini terbukti dengan bentuk gigi ikan cupang ini yang runcing (bergerigi). Di alam ikan cupang ini akan memakan larva serangga air, jentik nyamuk, ataupun cacing sutera.
3.   Jenis Pakan
Bagi makhluk hidup, pakan merupakan syarat untuk hidup. Pakan alami yang diberikan dapat berupa jentik nyamuk (Culex Sp), Kutu air, cacing sutera (Tubifex tubifex), dan infusoria. Sedangkan untuk pakan buatan dapat menggunakan frozen blood worm atau frozen tubifex worm.
4.   Reproduksi
Dalam sistem reproduksi ikan cupang, terdapat dua tipe pemijahan yaitu bubble nest breed dan mouth brooder. Bubble nest breed ialah Proses pemijahan atau fertilisasi pada ikan cupang jantan akan dilakukan melalui kegiatan copulasi, dimana induk jantan akan merengkuh betina yang matang gonad dengan jalan melengkungkan tubuhnya. Alat genital keduanya akan bertemu dan jantan akan spermiasi, sementara betina akan ovulasi sesaat setelah itu. Telur yang keluar akan langsung terbuahi dan akan diambil oleh induk jantan menggunakan mulutnya dan diletakkan pada sarang berupa busa yang terbentuk dari gelembung-gelembung udara yang ditempatkan di permukaan air atau di tempat sarang (mucus coated). Proses pembuatan sarang ini akan berlangsung selama beberapa jam.
Sedangkan mouth brooder yaitu dimana pada kelompok ini induk jantan cupang akan memunguti telur yang sudah terbuahi dan memasukkan serta mengeraminya dalam mulut hingga menetas. Selama proses penetasan telur, cupang jantan akan menghindari kontak fisik dengan ikan cupang lain dan induk jantan akan berpuasa. Setelah menetas anak cupang akan dikeluarkan dari mulut induk jantan, dan memasukkan kembali apabila ada bahaya yang mengancam. Hal tersebut dilakukan hingga anak cupang berumur 1 (satu) minggu dan bisa mencari makan sendiri.


BAB 3
TEKNOLOGI BUDIDAYA

1.   Persiapan
Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan yakni sarana dan prasarana. Adapun sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan budidaya ikan hias cupang (Betta splendens) yaitu wadah dan air yang merupakan media hidup ikan cupang. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a.   Wadah
Wadah merupakan salah satu sarana pendukung dalam proses budidaya ikan cupang hias. Untuk pemeliharaan diperlukan wadah sebagai media tempat pemeliharaan. Berdasarkan bahan pembuatannya, wadah pemeliharaan yang digunakan untuk ikan cupang dapat berupa bak semen dan akuarium. Berdasarkan bentuknya, wadah pemeliharaan sangat bervariasi.
Dan berdasarkan tujuan pemeliharaannya wadah pemijahan dibagi menjadi wadah pemijahan, wadah burayak, dan wadah pendederan.
1)  Wadah Pemijahan
Ukuran akuarium untuk pemijahan cukup beragam, ada yang berukuran 40x60 cm2 atau 20x40 cm2. Ketebalan kaca yang digunakan sekitar 2,2 mm. Dapat juga menggunakan ukuran 15x15x20cm3. Dapat juga menggunakan wadah berukuran kecil karena lebih efisien untuk ikan yang memijah.
Selain menggunakan akuarium wadah pemijahan juga dapat menggunakan bak semen. Bak semen dapat digunakan dengan ukuran 100x100x50 cm3.
2)  Wadah Pemeliharaan Burayak
Ukuran burayak pada umur 0-3 bulan berkisar 3-12 mm. Wadah yang digunakan berupa bak semen dengan ukuran 100x100x50 cm3. Dapat juga menggunakan bak fiber dengan kapasitas 0.5 m3 atau akuarium dengan ukuran 100x60x40cm3.
3)  Wadah Pembesaran
Bak semen yang digunakan dapat berukuran 60x30x30 cm3 dengan tinggi air 25 cm. Jumlah burayak yang ditebar yaitu 100 ekor. Dapat juga menggunakan botol plastik (botol air mineral) dengan Ø (diameter) 8-10 cm dengan tinggi botol 20 cm, dan untuk pemeliharaan ikan cupang hias dengan kualitas A dan kualitas B dapat menggunakan akuarium kecil dengan ukuran 15x15x20cm3. Pemeliharaan sesudah dewasa, terutama jantan sebaiknya dilakukan satu persatu dalam botol agar fisik ikan cupang tetap bagus.

b.  Media
Selain wadah pemijahan, media pemijahan juga harus diperhatikan yakni air. Kualitasnya menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan, bahkan kualitas seperti warna ikan. Air yang digunakan harus sesuai dengan habitat ikan cupang hias sebagai salah satu tindakan manipulasi lingkungan agar mendapatkan hasil yang optimal.
Untuk air yang bersumber dari sumur atau air tanah biasanya lebih bersih serta hanya mengandung gas dan mineral. Namun demikian, kemungkinan masih mengandung material organik walaupun sedikit. Sedangkan untuk kandungan material anorganik tergantung dari kedalaman sumur itu sendiri. Semakin dalam sumur maka akan semakin sedikit kandungan material anorganiknya dan makin berkurang kandungan bakterinya. Sebelum digunakan sebaiknya air sumur diendapkan terlebih dahulu atau ditampung terlebih dahulu dalam bak (tandon) serta disirkulasi melewati filter. Selain itu mensirkulasi air juga baik untuk dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut (DO) dan menetralkan pH, serta mengurangi senyawa beracun yang dapat membahayakan ikan.
Sedangkan untuk sumber air yang menggunakan air PAM, walaupun air PAM sudah tergolong bersih, karena telah melalui filter namun terkadang kandungan klorinnya sangat tinggi. Maka dari itu air PAM harus dilakukan aerasi selama minimal 24 jam untuk menghilangkan kandungan klorinnya sebelum digunakan.
Selain itu, pembudidaya juga menggunakan desinfektan berupa methiline blue untuk mencegah tumbuhnya jamur pada setiap media pemeliharan baik untuk induk, benih maupun dalam pembesaran ikan cupang hias. Dosis pemberian methiline blue yang digunakan yaitu 0,04 ppt.

2.  Pemeliharaan Induk
Keberhasilan dalam budidaya ikan cupang sangat didukung oleh kualitas induk. Dalam pengelolaan induk ada beberapa hal yang perlu diperhatikan meliputi teknik pemeliharaan, pakan yang diberikan serta pengelolaan kualitas air. Pemeliharaan induk maupun pengelolaan induk dilakukan secara intensif ± 7 hari dan/atau selama ± 1-2 minggu sebelum pemijahan. Perawatan ini bertujuan untuk mempercepat proses pematangan gonad. Selain itu juga untuk memantau kesehatan ikan.
Pengelolaan induk dilakukan dengan cara melakukan pergantian air rutin setiap 3 hari serta pemberian pakan yang dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pada pagi hari (pukul 0700) dan sore hari (pukul 1600). Jumlah pakan yang diberikan pada sore hari lebih sedikit dari pada jumlah pakan pada pagi hari, hal ini dikarenakan sifat biologis ikan cupang hias yaitu bersifat diurnal atau aktif pada siang hari. Jenis pakan yang diberikan ialah pakan yang memiliki kandungan protein tinggi seperti jentik nyamuk (Culex Sp) dan rendah lemak seperti kutu air Dapnia dan Moina.
3.  Pemijahan
Tahapan selanjutnya dalam proses budidaya ikan cupang hias ialah pemijahan. Adapun hal-hal yang dilakukan dalam tahapan ini adalah sebagai berikut:
a.  Seleksi Induk
Faktor keberhasilan dalam pemijahan yaitu induk yang berkualitas. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan atau seleksi induk jantan maupun betina antara lain:
Induk Jantan
1.  Berasal dari genotip unggul. Hal ini hanya dapat diketahui menurut riwayat hidup ikan cupang jantan tersebut.
2.  Sehat. Induk yang sehat dicirikan dengan gerakannya yang lincah dan agresif. Jika didekatkan dengan cupang lainnya, cupang jantan akan mengembangkan tutup insangnya (oppercolum) dan memamerkan siripnya.
3.  Tidak cacat. Terlihat dari kesempurnaan bentuk tubuh, baik sirip maupun tulang belakang.
4.  Memiliki warna yang cemerlang. Selain diharapkan mampu menghasilkan anakan serupa, warna cemerlang juga merupakan indikasi sehatnya cupang jantan.
5.  Matang gonad. Cupang jantan akan matang gonad pada umur 5-6 bulan. Selain itu, ikan cupang jantan yang matang gonad dapat diketahui dengan adanya garis putih terang pada insang, warna semakin cerah, gerakan agresif, dan mengumpulkan busa di permukaan air (membuat sarang).
Induk Betina
1.  Berasal dari genotip unggul, sehat, dan tidak cacat
2.  Bentuk badan proporsional.
3.  Matang gonad. Ditandai dengan adanya garis putih vertical di badan dan insang, warna lebih cerah, bagian perut membesar dan terasa lunak jika dipegang, titik putih dibagian perut terlihat lebih menonjol, serta gerakan cenderung tidak agresif.
Untuk lebih jelasnya induk jantan dan betina ikan cupang hias dapat dilihat pada Gambar 3.
 
 
Gambar 3. Induk Jantan dan Betina (A) Crown Tail / Serit, (B) Half Moon, (C) Plakat /Ekor pendek
Sedangkan ciri-ciri induk matang gonad dan berkualitas untuk dipijahkan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Ciri-ciri induk matang gonad dan berkualitas untuk dipijahkan
No
Kriteria
Jantan
Betina
1
Umur
≥ 6 Bulan
≥ 8 Bulan
2
Postur Badan
Simetris, ramping
Simetris, bagian perut membesar
4
Bentuk Kepala
Simetris dengan mulut
Simetris dengan mulut
5
Pangkal Ekor
Lebar dan lurus
Lebar dan lurus
6
Warna
Cerah dan pekat
Sedikit pudar
7
Dorsal Fin
Tegak
Tegak
8
Caudal Fin
Membuka lebar, memiliki lebar yang seimbang, menutup ke dorsal fin maupun anal fin
Membuka lebar, memiliki lebar yang seimbang, menutup ke dorsal fin maupun anal fin
9
Anal fin
Lurus,  menutup ke ekor
Lurus, rata dengan bagian bawah ekor
10
Ventral Fin
Balance dengan pasangan fin
Balance dan memiliki tulang yang lurus.
11
Matang Gonad
Aktif membuat busa pada media pemeliharaan
Terlihat garis vertikal pada bagian abdomen

b.  Pemijahan
Setelah persiapan sarana dan prasarana pemijahan selesai dilakukan, langkah selanjutnya ialah menyatukan induk jantan dan betina. Pemijahan pada dilakukan dengan perbandingan 1 ekor jantan : 1 ekor betina. Wadah yang digunakan berupa akuarium dengan ukuran 15x15x20 cm3 dengan tinggi air 10-15 cm atau menggunakan akuarium 100x40x40cm3 dengan tinggi air 10-15 cm yang diberi sekat berupa styrofoam untuk memperkecil luas media pemijahan yang akan memudahkan induk jantan dan induk betina untuk memijah. Sarang yang digunakan dapat berupa potongan daun ketapang maupun plastik atau media lain yang terapung di permukaan air. Sarang dimasukkan ke dalam media pemijahan setelah induk jantan dimasukkan.
Cupang jantan dimasukkan terlebih dahulu dalam wadah pemijahan, sementara cupang betina dimasukkan ke dalam botol yang berukuran lebih kecil dari wadah pemijahan. Selanjutnya, botol tersebut dimasukkan ke dalam wadah pemijahan. Hal ini bertujuan untuk memberikan rangsangan alami pada induk jantan sehingga induk cupang jantan akan membuat  sarang. Kelebihan dari cara ini adalah induk cupang jantan tidak perlu menghabiskan energi untuk mengejar-ngejar induk betina, dan bisa lebih fokus untuk membuat sarang busa. Selain itu cara ini juga dapat memudahkan untuk melihat apakah ikan jantan cocok terhadap induk cupang betina yang dipasangkan. Apabila induk jantan tidak membuat buih atau busa pada media tersebut, maka induk jantan dapat diganti dengan induk jantan lainnya..
Hal ini akan berlangsung selama ± 12 jam. Setelah memenuhi kriteria tersebut induk betina dimasukkan dalam wadah pemijahan yang telah berisi induk jantan. Pemijahan terjadi sekitar pukul 0600 – 1800 hal ini berkaitan dengan sifat biologis ikan cupang hias yaitu diurnal atau aktif pada siang hari. Pada saat pemijahan tubuh jantan menyelubungi induk betina membentuk huruf "U" dengan ventral saling berdekatan selama ± 1 menit sampai mengeluarkan telur yang segera dibuahi sperma. Telur yang terbuahi akan jatuh ke dasar dan dengan segera akan diambil oleh induk jantan menggunakan mulutnya yang kemudian disimpan dalam buih atau busa dalam sarang. Setelah telur ditempelkan semua di sarang oleh induk jantan, maka induk cupang jantan akan kembali mendekati induk betina. Proses pemijahan dan pengeluaran telur berlangsung selama 3-4 jam dengan 20-25 tahap proses pemijahan yang sama. Dalam satu kali pemijahan, induk betina dapat menghasilkan 1000-2000 butir.
Pemijahan selesai ditandai dengan induk betina yang menjauh dari induk jantan dan sering berada di sisi wadah pemijahan serta sarang yang telah dipenuhi oleh telur yang berwarna putih mutiara atau putih. Setelah proses pemijahan selesai maka induk cupang betina dipindahkan dari wadah pemijahan untuk dipelihara kembali dan induk jantan tetap dalam wadah untuk mengerami telur. Hal ini bertujuan agar induk jantan dapat merawat telur secara fokus. Selain itu juga bertujuan untuk memulihkan kondisi induk betina agar dapat dipijahkan kembali. Induk betina dipelihara kembali dalam wadah pemeliharaan dan dapat dipijahkan kembali setelah 2-3 minggu. Untuk lebih jelasnya proses pemijahan dan pengeluaran telur dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. (A) Proses pemijahan, (B) pengeluaran telur pada ikan cupang hias, (C) sarang yang telah terisi telur
Telur yang terbuahi akan berwarna transparan dan menempel pada sarang busa. Telur yang ditetaskan akan dijaga atau dipelihara oleh induk jantan. Induk jantan akan menjaga telur agar tetap berada dalam sarang busa. Apabila telur jatuh ke dasar akuarium, maka induk jantan cupang akan mengambil telur dan menyimpannya kembali dalam sarang busa yang berada di permukaan. Suhu yang optimal dalam penetasan telur adalah 28 – 29 OC, dan pada saat penetasan telur induk cupang tidak diberi pakan. Hal ini dimaksudkan agar tidak menurunkan kualitas air pada media pemeliharaan serta tidak mengganggu aktifitas induk jantan dalam merawat telurnya. Selain itu monitoring juga harus dilakukan secara rutin.
Pemeliharaan larva dilakukan ketika telur menetas hingga sarang busa yang berada di permukaan menghilang. Penetasan telur berlangsung selama 1-2 hari pada usia 3 hari telur yang terbuahi akan menetas secara keseluruhan. Setelah telur menetas, larva akan berenang secara vertikal dan berada di sarang karena belum kuat untuk berenang di dasar. Larva yang baru menetas belum memiliki keseimbangan dan energi yang cukup untuk berenang karena masih dalam masa pertumbuhan. Apabila larva berada di dasar akuarium maka larva akan sulit untuk berenang kembali ke permukaan. Oleh karena itu induk jantan akan mengambil anaknya menggunakan mulut dan meletakkan anaknya kembali ke permukaan pada sarang busa. Hal ini akan dilakukan oleh induk jantan hingga larva cupang terlihat kuat dan sarang busa yang berada di permukaan air telah menghilang.
Setelah 4-5 hari larva akan mulai berenang secara normal (horizontal) dan menyebar di seluruh bagian media pemeliharaan. Setelah 7 hari larva dapat dipindahkan atau didederkan ke wadah pemeliharaan yang lebih besar seperti akuarium atau bak fiber. Setelah larva dipindahkan, maka induk jantan dapat dipindahkan ke wadah pemeliharaan dan diberikan pakan berupa jentik nyamuk (culex Sp) atau kutu air agar kondisinya pulih untuk dipelihara kembali dan setelah 2-3 minggu dapat kembali dipijahkan. Larva sudah dapat mencari makan sendiri  dapat diberi pakan berupa kutu air yang disaring terlebih dahulu.

5.  Pembesaran
Proses pembesaran pada ikan cupang dapat dilakukan secara massal dalam bak semen atau sejenisnya. Bak semen yang digunakan dapat berukuran 1x1 m2 dengan ketinggian air 20-25 cm. pada bak pemeliharaan sebaiknya diberikan tanaman air berupa enceng gondok atau sejenisnya sebagai tempat berlindung (shelter) bagi benih cupang. Pada usia 1 bulan ukuran ikan cupang sudah mencapai 1-2 cm pakan yang diberikan dapat berupa kutu air atau jentik nyamuk. Pada usia 2 bulan, dapat dilakukan grading pada ikan cupang untuk memisahkan ikan cupang betina dan cupang jantan serta untuk memisahkan ikan cupang yang memiliki warna berkualitas dengan ikan cupang yang memiliki warna yang kurang berkualitas. Ikan cupang yang memiliki warna yang kurang berkualitas dapat dipelihara dalam akuarium kecil berukuran 15x15x25cm3. Sedangkan ikan yang berkualitas dapat dipelihara dalam botol-botol plastik.
Pemeliharaan sesudah dewasa, terutama jantan sebaiknya dilakukan satu persatu dalam botol agar fisiknya tetap bagus. Ini disebabkan ikan ini senang berkelahi sehingga siripnya akan rusak. Ikan yang siripnya rusak, tidak akan laku dijual.


a.  Grading
Dalam pemeliharaan ikan cupang hias grading dilakukan untuk memisahkan antara ikan jantan dan betina. Hal ini dikarenakan ikan cupang jantan memiliki penampilan yang menarik (sirip dan warna yang menarik) dan memiki permintaan pasar yang tinggi. Dalam grading ikan cupang hias betina juga dipilih yang berkualitas baik untuk dibesarkan kembali sebagai indukan.
Grading dilakukan ketika benih ikan cupang hias berusia 1,5 – 2 bulan. Adapun ciri-ciri untuk membedakan ikan jantan dan betina pada saat grading dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Ciri-ciri benih jantan dan betina pada proses grading
Setelah proses grading, maka akan didapatkan ikan jantan dan ikan betina yang berkualitas. Dalam proses grading ini ikan betina yang dipilih merupakan ikan betina yang memiliki kualitas paling baik untuk dijadikan indukan.
b.  Pemeliharaan Perawatan Ikan
Dalam pemeliharan hal yang perlu diperhatikan yaitu pergantian air dan pemberian pakan. Pergantian air total dapat dilakukan 3-5 hari sekali. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan ikan melalui media pemeliharaannya. Selain itu pemberian pakan juga harus dilakukan secara kontinyu agar kebutuhan nutrisi ikan dapat terpenuhi dan pertumbuhan ikan tidak terhambat. Setelah ± 2 minggu pemeliharaan dalam botol plastik, dapat dilakukan pemilihan ikan yang berkualitas kontes (Show quality).

c.  Pengelolaan Pakan
Pakan yang diberikan untuk ikan cupang hias harus memiliki kandungan protein yang tinggi seperti Dapnia, Moina, Artemia, Blood worm  dan cacing sutera (Tubifek tubifex) sebagai pakan alternatif. Frekuensi pemberian pakan untuk ikan cupang hias minimal 1 kali sehari pada pagi hari. Dosis pemberian pakan untuk ikan cupang hias yaitu secara Ad libitum atau sampai ikan kenyang dan tidak berlebihan.
d.  Pengelolaan Kualitas Air
Adapun beberapa kualitas air yang perlu diperhatikan dalam budidaya ikan cupang adalah sebagai berikut:
1)  Suhu (OC)                           : 26-28 OC
2)  Derajat Keasaman (pH)    : 6,2-7
3)  Kesadahan (Hardness)    :           
Tabel 2.  Tingkat Kesadahan Air
Tingkat Kesadahan
Kand. CaCO3 (ppm)
Kesadahan (OHD)
Lunak
0 – 50
0 – 3,5
Medium
50 – 100
3,5 – 10,5
Keras
150 – 300
10,5 – 21
Sangat Keras
> 300
> 21
Sumber: Tropical Freshwater Aquaria, 1985 dalam Untung dan Bambang (2002)

Ada dua tipe penyakit yang umum menyerang cupang yaitu penyakit parasit dan non parasit.
a.  Penyakit Parasit dan Non Parasit
Penyakit parasit merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti cendawan, bakteri, virus, atau kutu. Contoh penyakit ini seperti white spot, velvet, Hydrop’s (busung), dan lain sebagainya. Penyebab utama dari penyakit ini adalah pengaruh pemberian pakan alami yang tidak dibersihkan terlebih dahulu, sehingga membawa bibit penyakit kedalam wadah pemeliharaan cupang.
Penyakit non parasit yang merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi oleh kesalahan perawatan, kesalahan dari pemilihan atau seleksi induk, faktor nutrisi pakan dan lain sebagainya. Contoh penyakit ini yaitu seperti cupang yang sering menggigit ekornya, sirip yang keriting. Oleh karena itu dalam perawatan harus diperhatikan jumlah pakan dan frekuensi pemberiannya.
Penyakit genetik merupakan salah satu penyakit non parasit, dapat berupa ikan yang mengalami pertumbuhan terhambat, bentuk tubuh yang tidak simetris, warna ikan yang pudar. Hal ini dapat disebabkan oleh pemijahan inbreeding (dalam satu keturunan), kualitas induk yang tidak berkualitas, serta penggunaan induk yang sudah afkir (masa produksi telah habis). 
b.  Padat tebar tinggi
Padat tebar tinggi dalam pemeliharaan benih akan memiliki resiko yang tinggi, selain akan mengakibatkan kekurangan nutrisi pada ikan yang berdampak pada pertumbuhan yang lamban, padat tebar tinggi pada media pemeliharaan juga mengakibatkan ikan rentan bertarung dalam media pemeliharaan. Apabila ikan sering bertarung, penyakit parasit akan mudah menyerang ikan dengan sasaran luka pada tubuh ikan akibat ikan bertarung. Untuk pencegahannya, yaitu dengan memperhatikan padat tebar dalam media pemeliharaan, serta memberikan shelter dalam media pemeliharaan yang meminimalisir kontak ikan secara langsung. Selain itu, pada saat pergantian air, dapat diberikan methiline blue sebagai desinfektan untuk mencegah timbulnya jamur.


c.   Pakan 
Penyakit yang sering ditimbukan oleh pakan yaitu, Dropsy dimana ikan akan mengalami gangguan pencernaan yang ditandai dengan kotoran yang dikeluarkan sedikit dan berwarna putih, sisik yang berdiri, serta kondisi ikan yang pasif di permukaan media pemeliharaan. Penyakit ini disebabkan oleh cacing nematoda, yang sering terbawa oleh pakan ikan. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, dapat dilakukan pencucian pakan sebelum pakan diberikan ke ikan cupang hias. Untuk penanggulangannya, pemberian pakan dihentikan untuk sementara waktu, sampai ikan terlihat sehat, serta pergantian air yang dilakukan setiap hari hingga ikan sehat.


7.  Panen dan Pengemasan
Panen  pada budidaya ikan cupang dilakukan secara selektif tergantung dari pembeli.  Harga yang diberikan juga tergantung dari kualitas warna maupun bentuk sirip dari ikan cupang tersebut. Ikan yang akan dipanen dan di packing harus dipuasakan terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat metabolisme dan tingkat stress ikan pada saat pengangkutan. Pengemasan ikan yang akan dikirim dapat dilakukan dengan menggunakan kantong plastik Polyethelen (PE) dengan ukuran 5x15 cm2 atau disesuaikan dengan bentuk dan ukuran ikan. Plastik diisi air bersih dengan ketinggian 5-6 cm, kemudian plastik diikat (tanpa diberi oksigen). Kemudian plastik yang berisi ikan dimasukkan kembali secara terbalik ke dalam kantong plastik yang berukuran sama kemudian plastik diikat. Hal ini dimaksudkan agar plastik lebih tebal dan menghindari kebocoran pada saat pengangkutan. Selain itu hal ini juga untuk menghindari sudut pada kantong pengemasan karena apabila ada sudut dalam kemasan atau kantong dikhawatirkan sirip ikan akan rusak. Setelah itu kantong yang berisi ikan dapat dibalut dengan kertas koran atau sejenisnya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat stress pada ikan saat pengangkutan. Setelah itu kantong dapat dimasukkan dalam kotak kardus atau Styrofoam.

8.  Pemasaran
Dalam proses penjualan ikan cupang hias, target pasar yang ditentukan oleh pembudidaya sesuai dengan kualitas ikan yang dimiliki. Untuk ikan dengan kualitas kontes (show quality) dan kelas counter (Great A) biasanya akan dijual ke para penghobiis. Sedangkan untuk ikan kualitas reject (Great B), akan dijual secara partai (dalam jumlah banyak) kepada pendagang dengan konsumen anak-anak. Penjualan juga tidak hanya dilakukan dalam wilayah Jakarta, namun sudah meluas ke beberapa wilayah di Indonesia seperti seluruh pulau Jawa, Sumatera, Kepulauan Riau, Kalimantan, Sulawesi, hingga meluas ke pasar internasional seperti Thailand, Philipine, Malaysia, Amerika dan beberapa negara Asia lainnya. Adapun beberapa teknik pemasaran yang dilakukan oleh pembudidaya di kawasan ini yaitu sebagai berikut:

a.  Penjualan langsung dan tidak langsung pada konsumen
Penjualan tidak langsung menggunakan jasa distributor, broker (pengumpul), maupun pedagang yang datang langsung ke lokasi. Sedangkan untuk penjualan langsung, konsumen langsung datang ke lokasi untuk memilih ikan yang diinginkan. Selain itu untuk penjualan secara langsung juga dilakukan via multimedia dengan memanfaatkan jejaring. Untuk  pemasaran secara langsung tujuan konsumen adalah para penghobiis. 
b.  Kontes
Dalam proses pemasaran, kontes merupakan hal yang penting dalam langkah untuk menaikkan harga dari komoditas yang diproduksi. Hal ini tentunya akan menguntungkan bagi pembudidaya, dengan adanya sarana kontes ini, pembudidaya akan terus berusaha untuk menciptakan produk yang berkualitas yang nantinya akan dijual dengan harga tinggi. 
Untuk harga dari ikan yang dijual sesuai dengan kualitas ikan tersebut. Untuk ikan dengan kualitas show (Show quality) yang merupakan calon atau bakal, harga per ekor bisa mencapai Rp.30.000 – Rp.50.000/ekor, sedangkan ikan dengan kualitas show dan siap untuk mengikuti kontes, harga dapat mencapai Rp.100.000 - Rp.200.000,- /ekor. Sedangkan untuk  Great A, harga dapat mencapai Rp.10.000 - Rp.30.000,-/ekor. Untuk Great B harga berkisar antara Rp.5.000 - 10.000,-/ekor. Dan untuk Great C (reject) harga < Rp.5.000,-/ekor.

Atmadjaja, Joty., 2008. Reproduksi ikan cupang http://Jotyabetta.com/gallery.html. Jakarta. (Diakses Pada 30 November 2011)
­­_____________, 2009. Panduan Lengkap Memelihara Cupang Hias dan Cupang Adu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bachtiar, Y., 2004. Ikan Hias Ekspor. Penebar Swadaya. Jakarta.
Halim, M.A., 2014. Prospek Usaha Ikan Cupang Hias (Betta Splendens). STP Press. Jakarta
Integrated Taxonomic Information System (ITIS). 2011. Klasifikasi Ikan Cupang Hias. http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt. Jakarta (Diakses 23 Januari 2012).
Lukita, Brigita Maria, 2009. Ikan cupang hias “Keunggulan Yang Terabaikan”. Harian Kompas, Kliping Perikanan Pusat Riset perikanan Budidaya, Jakarta.
Nurazizah. 2012. Budidaya dan Prospek Usaha Ikan Cupang Hias (Betta splendens) di Kawasan Budidaya Cupang Hias, Slipi Jakarta Barat. Karya Ilmiah Praktek Akhir (KIPA). Jakarta
Perkasa, B.E., 2001. Merawat Cupang Hias Untuk Kontes. Penebar Swadaya. Jakarta
__________. Dan Henry Gunawan, 2002. Solusi Permasalahan Cupang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tragistina, V.N., 2011. Budidaya Kian Gencar, Ekspor Ikan Hias Naik 50%. http://industri.kontan.co.id/news/budidaya-kian-gencar-ekspor-ikan-hias-naik-50-1. Jakarta (Diakses 01 Januari 2012)
Untung, Onny, dan Bambang. E.P. 2002. Mencetak Cupang Adu Jagoan. Penebar Swadaya. Jakarta